Kamis, 12 Mei 2011

MBS apa YA????


KATA PENGANTAR


Puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan kemudahan disetiap hamba yang meminta pertolongannya. Ada kemauan pasti ada jalan. Memaksa diri untuk berlatih membiasakan sesuatu yang baru adalah hal yang berat akan tetapi bukan berarti tidak bisa. Belajar tidak mengenal batasan usia. Jika masih bernafas maka masih ada kesempatan untuk belajar.

Pendidikan adalah hal yang mendasar bagi setiap individu. Suatu negara akan terangkat wibawanya dimata negara lain jika hasil prestasinya dapat dirasakan tidak hanya di negaranya sendiri tetapi juga bermanfaat di negara lain. Pemerintah mempunyai tantangan untuk memeratakan pendidikan di Indonesia. Salah satu upayanya adalah memberi kebebasan kepada daerahnya untuk mengolah sendiri lahan pendidikan mereka sesuai dengan keadaan yang ada di masing-masing wilayahnya. Peran serta pemerintah pusat sudah dibatasi. Pilihan ini diharapkan mampu memberikan kontribusi positif terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia.

Manajemen yang memberikan keleluasaan dan keterbukaan di masing masing sekolah merupakan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah. Manajemen ini telah diterapkan di berbagai negara dan atas keberhasilan mereka dalam mengolah MBS di negaranya, maka Indonesiapun melirik manajemen yang sering kita sebut dengan kata MBS atau SBM (School Based Management).



Penulis,




BAB I

LATAR BELAKANG

Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang mana selama ini masih dirasa masih kurang, diantaranya dengan membuat program progaram antara lain “aku anak sekolah” dan dana bantuan operasional. Program tersebut diharapkan mampu menjunjung kualitas maupun kuantitas pendidikan di Indonesia, akantetapi karena pengelolaannya masih terpusat dan kaku, program tersebut tidak dapat memberikan dampak positif. Dugaannya adalah masalah manajemen yang belum sesuai.

Hingga munculah suatu pemikiran atau gagasan baru dalam pengelolaan pendidikan yang memberi kebijakan kepada masing masing sekolah untuk mengatur dan melaksanakan berbagai kebijakan dari pemerintah. Pemikiran inilah yang disebut dengan manajemen berbasis sekolah.

BPPN dan Bank Dunia (1999) dalam Mulyasa, memberi pengertian bahwa MBS merupakan bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi di bidang pendidikan, yang ditandai oleh otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat, dan dalam kerangka kebijakan nasional.

Sedangkan Depdikbud dalam Mulyasa (2002), mengemukakan MBS adalah suatu penawaran bagi sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan lebih memadai bagi para peserta didik.

Mulyasa (2002) mengemukakan Manajemen Berbasis Sekolah adalah pradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam rangka kebijakan pendidikan nasional.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah kebijakan pemerintah yang diberikan masing-masing sekolah untuk mengelola dan mengoptimalkan pendidikan di daerahnya sesuai dengan karakteristik di daerahnya masing-masing dan keikutsertaan masyarakat dalam mewujudkan tujuan pendidikan.


ALASAN MBS

Manajemen Berbasis Sekolah mempunyai alasan-alasan yang menerapkan MBS di sekolah-sekolah;antara lain:

Departemen Pendidikan Nasional (2007: 3) merincikan alasan MBS sebagai berikut:

1. Dengan pemberian otonomi yang lebih besar kepada daerah maka sekolah akan lebih inisiatif dan kreatif dalam meningkatkan mutu sekolah

2. Dengan pemberian fleksibilitas keluwesan yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumberdayanya, maka sekolah akan lebih luwes dan lincah dala mengadakan dan memanfaatkan sumberdaya sekolah secara optimal untuk menigkatkan mutu sekolah.

3. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya.

4. Sekolah lebih mengetahui kebutuhannya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan

5. Pengembilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah

6. Penggunaan sumberdaya pendidikan lebbih efisien dan efektif

7. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan

8. Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orangtua peserta didik dan masyarakat pada umumnya

9. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah yang lain dalam peningkatan mutu pendidikan melalui upaya yang inovatif

10. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkunyannya yang berubah dengan cepat.

Sedangkan Nukolis (2006: 21) memberikan alasan MBS sebagai berikut:

Pertama, sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya, sehingga sekolah dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya. Kedua, sekolah lebih mengetahuikebutuhannya. Ketiga, keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan dapat menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.

MenurutMulyasa (2009) alasan MBS antara lain:

ü Pemerintah mempunyai konsisten untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikan

ü Kegagalan program-program peningkatan kualitas pendidikan sebelumnya (JPS/Aku Anak Sekolah) karena manajemen yang terlalu kaku dan sentralistik

ü Muncul pemikiran ke arah pengelolaan pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan melaksanakan berbagai kebijakan secara luas.

Data lain didapat dari internet yang menjabarkan alasan penerapan MBS di sekolah antara lain:

1. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya, sehingga dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya.

2. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input dan output pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.

3. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih tepat untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling mengetahui apa yang terbaik bagi sekolahnya.

4. Penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif bila masyarakat setempat juga ikut mengontrol

5. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan sekolah, menciptakan transparansi dan demokrasi yang kuat Sekolah bertanggung jawab tentang mutu pendidikan sekolah masing-masing kepada pemerintah, orang tua, dan masyarakat

7. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya inovatif dengan dukungan orang tua, masyarakat, dan pemerintah

8. Sekolah dapat secara tepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat.

Berdasarkan alasan yang dijabarkan di atas dapat diambil alasan MBS menurut penulis antara lain:

1. Lingkungan yang paling dekat dengan siswa adalah lingkungan sekolah. Sehingga stakeholders dapat menyesuaikan program berdasarkan kebutuhan

2. Adanya keterbukaan sehingga masyarakat mengetahui dengan jelas karena masyarakat ikut berperan dalam peningkatan mutu pendidikan

3. Semangat untuk bersaing tinggi dengan sekolah lain dari daerah sendiri sampai nasional.

4. Aspirasi masyarakat cepat tersampaikan.





LANDASAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH


Landasan Yuridis (Departemen Pendidikan Nasional, 2007)

UU No 20 Tahun 2003 tentang sistempendidikan nasional, pasal 51 ayat 1 pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikanmen mengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/ madrasah;
UU no 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional tahun 2000-2004 padabab VII tentang bagian program pembangunan bidang pendidikan khususnya sasaran terwujudnya manajemen pendidikan yang berbasis pada sekolah dan masyarakat;
Keputusan Mendiknas nomor 044 tahun 2002 tentang pembentukan dewan pendidikan dankomit esekolah;
Kepmendiknas nomor 087 tahun 2004 tentang standar akreditasi sekolah, khususnya tentang manajemen berbasis sekolah; dan
Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan, khususnya standar pengelolaan sekolah yaitu manajemen berbasis sekolah

Landasan filosofis menurut Nurkolis (2006)

Landasanfilosofis MBS adalah cara hidup masyarakat. Maksudnya jika ingin reformasi pendidikan itu sukses maka reformasi tersebut harus berakar pada cara dan kebiasaan hidup warganya. Seandainya reformasi itu peduli terhadap cara dan kebiasaan warganya maka reformasi tersebut akan mendapat dukungan dari segenap lapisan masyarakat.

Landasan tersebut yang menjadi acuan dalam proses pelaksanaan manajemen berbasis sekolah (MBS). Dengan adanya landasan-landasan tersebut maka sekolah lebih terfokuskan.

Konsep Pengembangan Managemen Masa Depan


1. Manajemen Sekolah

Manajemen dapat diartikan sebagai administrasi, dan pengelolaan. Di berbagai lieteratur dalam fungsi pokoknya acap kali keduanya (manajemen dan administrasi) mempunyai fungsi yang sama. Gaffar dalam Mulyasa (2002) menyatakan bahwa manajemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang sistematik, sistemik, dan komperhensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Mulyasa (2002) memberi penjelasan mengenai istilah manajemen yang menurutnya mempunyai arti yang sama dengan pengelolaan. Jika tidak ada manajemen maka tidak mungkin tujuan pendidikan dapat diwujudkan secara optimal, efektif dan efisien.

Dengan gagasan yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan tidak akan terwujud secara optimal, maka tumbuh kesadaran akan pentingnya manajemen berbasis sekolah yang memberikan kewenangan penuh kepada sekolah untuk mengatur segala hal yang berguna dalam pembelajaran dan sesuai dengan tujuan sekolah maupun tujuan pendidikan.

Manajemen atau pengelolaan mempunyai fungsi pokok antara lain:

1. Perencanaan

Poses yang sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang.

2. Pelaksanaan

Kegiatan untuk merealisasikan rencana menjadi tindakan nyata dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien.

3. Pengawasan

Upaya untuk mengamati secar sistematis dan berkesinambungan.

4. Pembiayaan

Rangkaian upaya pengendalian secara profesional semua unsur organisasi agar berfungsi sebagaimana mestinya.

Dengan adanya manajemen sekolah diharapkan memberikan kontibusi positif terhadap peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Didalam manajemen sekolah dikenal istilah sentralisasi dan desentralisasi.

Sentralisasi berarti terpusat artinya pendidikan diatur secara ketat oleh pemerintah. Sedangkan desentralisasi berarti daerah artinya wewenang peraturan diberikan kepada pemerintah daerah setempat.

Tilaar (1991: 22) dalam Mulyasa (2002) mengemukakan bahwa pendekatan sentralistik mempunyai posisi yang sangat strategis dalam mengembangkan kehidupan serta kohesi nasional karena peserta didiknya adalah kelompok ummur yang pedagogik sangat peka terhadap pembentukan kepribadian.

Mulyasa (2002) mengemukakan desentralisasi sebagai pelimpahan kekuasaan oleh pusat kepada aparat pengelola pendidikan yang ada di daerah baik di tingkat provinsi maupun lokal, sebagai perpanjangan aparat pusat untuk meningkatkan efesiensi kerja dalam pengelolaan pendidikan di daerah.

Jadi pemerintah pusat memberi kepercayaan kepada pemerintah daerah untuk mengelola pendidikan sesuai dengan potensi yang ada di daerahnya agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan efektif dan efisien. Akan tetapi pemerintah pusat tidak lepas tangan begitu saja namun masih ikut serta dalam penyusunan kurikulum pendidikan nasional dan menetapkan anggaran agar terjadi pemerataan standar pendidikan di seluruh tanah air.


2. MBS dan Konsep Desentralisasi

Berdasar kajian pengalaman MBS yang dipraktekan di beberapa negara, didapat ciri desentralisasi yang diberikan oleh penguasa pusat kepada tingkat sekolah dalam bentuk pemberian wewenang untuk mengambil keputusan.

Kewenangan tersebut untuk hal hal tertentu seperti menentukan anggaran sekolah, mengangkat dan memberhentikan karyawan, kesempatan yang lebih besar kepada kepala sekolah, guru, dan masyarakat dalam pengelolaan secara mandiri.

Jadi, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional..

MBS akan efektif diterapkan jika para pengelola pendidikan mampumelibatkan stakeholders terutama peningkatan peranserta masyarakat dalam menentukan kewenangan pengadministrasian, dan inovasi kurikulum yang dilakukan oleh masing-masing sekolah. Inovasi kurikulum lebih menekankan kepada peningkatan kualita dan keadilan, pemerataan, bagi semua peserta didik yang didasarkan atas kebutuhan peserta didik dan masyarakat lingkungannya.


Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2007) Pola Baru Manajemen Pendidikan Masa Depan yaitu sekolah memiliki wewenang lebih besar dalam pengelolaan lembaganya, pengambilan keputusan dilakukan secara partisipasif danpartisipasi masyarakat semakin besar, sekolah lebih luwes dalam mengelola lembaganya, pendekatan profesionalisme lebih diutamakan daripada pendekatan birokrasi pengelolaan sekolah lebih desentralistik, perubahan didorong dari motivasi diri sekolah, lebih mengutamakan teamwork, lebih mengutamakan pemberdayaan dan struktur organisasi lebih datar.

Jadi, konsep pengembangan manajemen masa depan menginginkan perubahan yang diharapkan mampu memberikan kontribusi positif guna perbaikan manajemen sebelumnya yang dirasa belum membuahkan hasil yang memuaskan. Salah satu upayanya adalah pembentukan MBS yang memberikan keleluasaan dari masing masing sekolah untuk mengembangkan potensinya secara optimal.



Model MBS


Menurut Nurkolos (2006) yang disajikan dalam tabel.

No

Nama Negara

Penekanannya

1

Hongkong

Inisiatif sekolah

2

Kanada

Pengambilan keputusan pada tingkat sekolah

3

Amerika Serikat

Pengelolaan sekolah di tingkat sekolah

4

Inggris

Pengelolaan dana pada tingkat sekolah

5

Australia

kewenangansekolahdalamhalkurikulum

6

Perancis

partisipasiygbesarpadabadanpengelolasekolah

7

Nikaragua

sekolahotonom

8

SelandiaBaru

anggaran yang berbasis di sekolah

9

El Salvador

melibatkan orang tuasiswadanmasyarakat

10

Madagaskar

denganmelibatkanmasyarakat

11

Indonesia

mutuygdikenaldengan MPMBS.


Selain itu terdapat model-model MBS di berbagai negara yang didapat dari internet antara lain sebagai berikut:

1. Model MBS di Hongkong

Di Hongkong MBS disebut The School Management Initiative (SMI) atau manajemen sekolah inisiatif. Problem pendidikan di Hongkong yang mendorong munculnya MBS adalah struktur dan proses manajemen yang tidak memadai, peran dan tanggungjawab masing-masing pihak kurang dijabarkan secara jelas dan inisiatif datang dari atas. Model MBS Hongkong menekankan pentingnya inisiatif dari sumber daya di sekolah sebagai pengganti inisiatif dari atas yang selama itu diterapkan. Inisiatif yang diberikan kepada sekolah harus dibarengi dengan diterapkannya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pendidikan. Transparansi di sini juga menuntut kejelasan tugas dan tanggungjawab masing-masing pihak yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan di sekolah. Transparansi dan akuntabilitas tidak hanya dituntut dalam penggunaan anggaran belanja sekolah, tetapi juga dalam hal penentuan hasil belajar siswa serta pengukuran hasilnya.

2. Model MBS di Kanada

Sebelum diterapkannya MBS di Kanada, kondisi awalnya adalah semua kebijakanditentukan dari pusat. Model MBS di Kanada disebut School – Site Decision Making (SSDM) atau pengambilan keputusan diserahkan pada tingkat sekolah. MBS di Kanada sudah dimulai sejak tahun 1970. Desentralisasi yang diberikan kepada sekolah adalah alokasi sumber daya bagi staf pengajar dan administrasi, peralatan dan pelayanan. Menurut Sumgkowo (2002)16, ciri-ciri MBS di Kanada sebagai berikut: penentuan alokasi sumber daya ditentukanoleh sekolah, alokasi anggaran pendidikan dimasukkan kedalam anggaran sekolah, adanya program efektivitas guru dan adanya

program pengembangan profesionalisme tenaga kerja. Setiap tahun survey pendapat dilakukan oleh para siswa, guru, kepala sekolah, staf kantor wilayah dan orang tua yang memungkinkan mereka merangking tingkat kepuasan mereka tentang pengelolaan dab hasil pendidikan (Caldwell dan Spinks (1992) dalam Ibtisam Abu Duhou (2002).

3. Model MBS di Amerika Serikat

Sistem pendidikan di AS, mula-mula secara konstitusional pemerintah pusat (state) bertanggunjawab terhadap pelaksanaan pendidikan. MBS di AS disebut Side-Based Management(SBM) yang menekankan partisipasi dari berbagai pihak. Menurut Wirt (1991) yang dikutip oleh Ibtisam Abu Duhou, model MBS di Amerika Serikat walaupun ada perbedaan di Negara-negara federal, ada dua ciri utama reformasi pendidikan di Amerika Serikat sebagai implementasi dari MBS, yakni :

a. Desentralisasi administratif : kantor pusat otoritas pendidikan menunjuk tugas-tugas tertentu yang dilaksanakan oleh kepala sekolah dan guru di lingkungan sekolah. Kantor pusat menyerahkan kewenangan ke bawah, tetapi sekolah local masih bertanggungjawab keatas.

b. Manajemen berbasis setempat (lokal), suatu struktur yang memberi wewenang kepada paraorang tua, guru dan kepala sekolah di masing-masing sekolah untuk menentukan prioritas, mengalokasikan anggaran, menentukan kurikulum, serta menggaji dan memberhentikan staf.

4. Model MBS di Inggris

Model MBS di Inggris disebut Grant Mainted School (GMS) atau manajemen dana swakelola pada tingkat local. Ada enam perubahan structural guna memfasilitasi pelaksanaan MBS di Inggris, yakni: 1) kurikulum nasional untuk mata pelajaran inti yang ditentukan oleh pemerintah (Whitehall); 2) ada ujian nasional bagi siswa kelas 7, 11, 14 dan 16; 3) MBS dibentuk untuk mengembangkan otoritas pendidikan local agar dapat memperoleh bantuan dana dari pemerintah; 4) adanya pembentukan sekolah lanjutan teknik kejuruan; 5) kewenangan Inner LondonEducation dilimpahkan kepada tiga belas otoritas pemerintah; 6) skema manajemen sekolah local dibentuk dengan melibatkan beberapa pihak terkait, seperti: a) peran serta secara terbuka padamasing-masing sekolah dalam otoritas pendidikan local, b) alokasi sumber daya dirumuskan oleh masing masing sekolah, c) ditentukan prioritas oleh masing-masing sekolah dalam membiayai kegiatnnya, d) memberdayakan badan pengelola pada masing-masing sekolah dalam menentukan dana untuk guru dan staf, dan e) memberikan informasi kepada orangtua mengenai prestasi guru.Di Inggris penerapan MBS dilindungi dan dikondisikan dengan adanya komitmen politik serta undangundang pendidikan yang mengatur penetapan kurikulum, pelaksanaan ujian nasional, dan pengelolaan pendidikan yang melibatkan berbagai unsur masyarakat luas.


4. Model MBS di Indonesia

Model MBS di Indonesia disebut Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). MPMBS dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, fleksibilitas kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. 26MPMBS merupakan bagian dari manajemen berbasis sekolah (MBS).

Otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Sedangkan pengambilan keputusan partisipatif adalah cara untuk mengambil keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik dimana warga sekolah di dorong untuk terlibat secara langsung dalam proses pengambilan keputusan yang dapat berkontribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah. Sehingga diharapkan sekolah akan menjadi mandiri dengan ciri-ciri sebagai berikut: tingkat kemandirian tinggi, adaptif, antisipatif, dan proaktif, memiliki kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan sumber dayanya, memiliki kontrol yang kuat terhadap kondisi kerja, komitmen yang tinggi pada dirinya dan prestasi merupakan acuan bagi penilaiannya.









Model MBS yang Ideal

Dalam Departemen Pendidikan Nasional (2007) menjabarkan skema MBS yang ideal sebagai berikut


Kualitas dan Informasi

Konteks

Input

Proses

Output

Outcome

Produktifitas

Efisiensi Internal

Efisiensi Inetrnal

Efektifitas














Dengan adanya pembanding model-model yang dilaksanakan di negara negara lain maka indonesia dapat mengutip sebagian yang sesuai dengan pedoman pendidikan serta mempunyai cita-cita terwujudnya pendidikan nasional yang lebih optimal





KARAKTER MBS


Karakteristik bisa diketahui dari bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses belajar mengajar, pengelolaan sumber daya manusia dan pengelolaan administrasi. (Mulyasa,2002)

Nurkolis (2006) MBS memiliki karakteristik yang bertolak belakang dengan karakteristik MKE, yaitu dalam hal misi sekolah hakikat aktifitas sekolah, strategi-strategi manajemen, penggunaan sumber-suber daya, peran warga sekolah, hubungan interpersonal, kualitas para administrator dan indikator-indikator evektifitas.

Departemen Pendidikan Nasional (2007) karekteristik MBS memuat secara inklusif elemen-elemen sekolah secara efektif, yang dikatagorikan menjadi input, proses dan output.

Menurut Umaedi dalam Suryosubroto (2010: 197-198) karakter MBS antara lain:

a.) Lingkungan sekolah yang aman dan tertib

b.) Sekolah memiliki visi dan target yang ingin dicapai

c.) Sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat

d.) Adanya harapan yang tinggi dari personel sekolah

e.) Adanya pengembangan staf sesuai kemajuan iptek

f.) Adanya evaluasi yang terus menerus guna perbaikan mutupendidikan

g.) Adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua murid dan masyarakat.

Jadi, MBS adalah kumpulan dari elemen-elemen manajemen pendidikan yang saling mempengaruhi dan melengkapi. Keberhasilan sekolah juga dari adanya keterlibatan elemen-elemen lain yang melilitnya. Pengoptimalan kinerja organisasi sekolah diharapkan mampu mewujudkan visi dan misi sekolah yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

MUTU PENDIDIKAN

Dalam pandangan Umaedi (2004) mutu dapat diartikan sebagai derajat keunggulan suatu barang dan jasa dibandingkan dengan yang lain. Mutu dalam pendidikan dapat dilihat dari segi relevansinya dengan keeebutuhan masyarakat, cepat tidaknya lulusan memperoleh pekerjaan yang bergaji besar serta kemampuan seseorang di dalam mengatasi berbagai persoalan hidup.

Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses,dan output pendidikan. (Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah ,2002:7) Input pendidikan mengandung arti segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Input pendidikan terdiri dari:

1. sumber daya, yang meliputi sumber daya manusia (kepala sekolah, guru, karyawan dan siswa) dan sumber daya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan dsb).

2. perangkat lunak yang meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan,deskripsi tugas, rencana, program dsb

3. harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah


Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Dalam pendidikan yang berskala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajarmengajar, dan proses monitoring dan evaluasi. Proses belajar mengajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan lainnya. Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian, penyerasian serta pemaduan input sekolah dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning),mampu mendorong motivasi danminat belajar dan benar-benar mampu memberdayakan pesertadidik.

Dalam pelaksanaan MBS, kurikulum sekolah harus taat terhadap pasal mengenai kurikulum beserta pedoman pelaksanaannya. Diantara pedoman-pedoman pelaksanaannya antara lain : penilaian, akreditasi sekolah, dana pendidikan, tenaga kependidikan dan lain sebagainya.

Output pendidikan merupakan kinerja sekolah.Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efisiensinya, inovasinya, efektivitasnya, produktivitasnya, kualitas kehidupan kerjanya dan moral kerjanya. Di bawah ini indikator-indikator output sekolah yang berkualitas

1. Jika prestasi belajar siswa menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam akademik, seperti nilai ulangan umum, EBTA, Ujian Akhir Nasional, karya ilmiah, lomba akademik dan lain-lain

2. Jika sekolah memiliki prestasi yang tinggi dalam hal-hal yang berkaiatan dengan nonakademik, seperti IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olah raga, kesenian, keterampilan, kejuruan dan ekstra kurikuler lainnya

Kerangka sistem pendidikan nasional ada pedoman yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, ada yang dikeluarkan oleh pemerintah propinsi, dan ada yang dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten atau kota.

Berdasar uraian diatas Dapat disimpulkan bahwa dengan MBS, tanggung jawab sekolah semakin besar. Sekolah akan ditagih hasil kerjanya sehubungan dengan kewenangan (otonomi) yang diberikannya. Meskipun rumusan MBS dalam penjelasan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003tampak sederhana, namun pelaksanaanya terikat dengan ketentuan yang diatur dalam pasal pasal lain dalam undang-undang tersebut karena pelaksanaan Sisdiknas sebagai sitem tidak boleh dilakukan secara sepotong-sepotong.



KESIMPULAN

Tantangan globalisasi yang melanda setiap bangsa memerlukan penyikapan yang bijak. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari bangsa yang akan menerima konsekuensi tantang global tersebut, mengahadapinya dengan mempersiapkan sistem pendidikan yang terintegrasi.

Sistem pendidikan yang mampu menghadapi tantangan globalisasi memerlukan satu pengelolaan yang serius. Manajemen Pendidikan Nasional menjadi salah satu alternatif dalam megatasi persoalan pendidikan nasional yang amat strategis dan komplek.

Manajemen Pendidikan nasional pada hakekatnya merupakan keterpaduan dari proses dan sistem manajemen pendidikan secara menyeluruh dalam mencapai tunjuan pendidikan dan pembangunan nasional. Kebijakan pemerintah dan bergai upaya diusulkan oleh para ahli dalam mengatasi persoalan manajemen pendidikan nasional.

Penyelenggaraan pendidikan dasar dilihat dari berbagai aspek, politik, teknis edukatif, budaya dan profesional, tampak dengan jelas bahwa masalah manajemen pendidikan dasar bukan merupakan masalah kecil dan tidak dapat diletakan dalam dikotomi sederhana: sentralistik vs desentralistik.

Sistem manajemen pendidikan yang sentralistis telah terbukti tidak membawa kemajuan yang berarti bagi peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya. Bahkan dalam kasus-kasus tertehtu, manajemen yang sentralistis telah menyebabkan terjadinya pemandulan kreatifitas pada satuan pendidikan pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Untuk mengatasi terjadinya stagnasi di bidang pendidikan ini diperlukan adanya paradigma baru dibidang pendidikan.

Seiring dengan bergulirnya era otonomi daerah, terbukalah peluang untuk melakukan reorientasi paradigm pendidikan menuju kearah desentralisasi pengelolaan pendidikan. Peluang tersebut semakin tampak nyata setelah dikeluarkannya kebijakan mengenai otonomi pendidikan melalui strategi pemberlakuan manajemen berbasis sekolah (MBS bukan sekedar mengubah pendekatan pengelolaan sekolah dari yang sentralistis ke desentralistis, tetapi lebih dari itu melalui MBS diyakini akan muncul kemandirian sekolah).


DAFTAR PUSTAKA


Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: -.

Mulyasa, E. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi, dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nurkolis. 2006. Manajemen Berbasis Sekolah Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Suryosubroto, B. 2010. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Umaedi, dkk. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Universitas Terbuka.

http//www.pdfsearch.com/MBS
pest resend by jey from freind blog

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

makasih buat saran n kunjungannya