Senin, 11 April 2011

apa tow olahraga pernapasan?????

TENTANG SEJARAH SILAT TENAGA DALAM



Pembaca yang budiman, untuk melengkapi artikel saya tentang Silat Tenaga Dalam Nur Illahi, saya postingkan hasil browsing saya di internet tentang asl usul dan ciri khas silat tenaga dalam, walau tidak persis 100 %, tapi agak bisa menjelaskan sedikit…

Berikut ini adalah hasil temuan kami atas pengamatan dan penelusuran sejarah Tenaga Dalam di Indonesia…..

Tenaga dalam (versi Indonesia) identik dengan ilmu yang mampu menghalau lawan dalam keadaan amarah/emosi dari jarak jauh. Lazimnya, bela diri jenis ini digali melalui olah napas, jurus dan pengejangan pada bagian tubuh tertentu (dada/perut). Terkadang pula disertai ajaran spiritual.

Perkembangan sejarah tenaga dalam di Indonesia diwarnai oleh 4 tokoh penting. Yaitu

1. Muhammad Toha pendiri Sin Lam Ba (Jakarta),

2. Anandinata pendiri Margaluyu (Bandung),

3. H Abdul Rasyid pendiri Budi Suci (Bogor) dan

4. Nampon pendiri Tri Rasa (Bandung).

Pada akhir abad 19 tenaga dalam sudah mulai dipelajari secara terbatas tetapi baru keluar dari “sangkar”-nya pada tahun 1932 ketika Nampon melakukan aktivitas nyleneh di depan stasiun Padalarang. Saking girangnya menyambut kelahiran anak pertamanya, Nampon diluar kesadarannya berteriak-teriak seperti orang gila. Karena dianggap gila, Nampon hendak diringkus beramai-ramai. Namun dari sekian orang yang akan menjamah tubuhnya itu jatuh terpelating.

Nampon lahir di Ciamis pada tahun 1888 dan wafat tahun 1962. Semula adalah pegawai di jawatan kereta api di jaman Belanda. Ia dipecat dan berulang kali masuk bui karena sikapnya yang anti penjajah Belanda. Diantara murid Nampon yang berjasa ikut mengembangkan tenaga dalam adalah Setia Muchlis dan KM Tamim yang kemudian mendirikan perguruan TRI RASA yang banyak diikuti kalangan Mahasiswa di Bandung, diantaranya murid itu adalah Bung Karno dan M Natsir.

Dari Nampon

Menurut kalangan pendekar sepuh di wilayah Jawa Barat, sebelum memperkenalkan “jurus tenaga dalam“ Nampon banyak belajar ilmu dari pendekar yang lebih senior. Ia pernah berguru pada Abah Khoir pencipta silat Cimande, dan pendekar-pendekar asal Batavia diantaranya Bang Madi, Bang Kari, Bang Ma’ruf juga H Qosim pendekar yang diasingkan kerajaan Pagar Ruyung, Padang karena mengajarkan silat di luar kerajaan.

Kini ketika perguruan tenaga dalam menjamur hampir di seluruh kota dengan bendera yang berbeda-beda (walau corak jurus dan oleh napas serupa), kemudian muncul pertanyaan, dari mana asalnya ilmu tenaga dalam dan siapa tokoh yang pertama kali menciptakannya?


Sidik, murid dari H Abdul Rosyid pendiri aliran Budi Suci yang banyak menyebarkan aliran ini di Jawa dan Sumatra, pada tahun 1985 mengatakan bahwa jurus tenaga dalamnya diwarnai keilmuan Abah Khoir dan Nampon. Begitu halnya dengan aliran yang banyak berkembang di Jawa Tengah, seperti Ragajati di Banyumas, JSP (Jurus Seni Penyadar) di Tegal dan beberapa aliran di Semarang.

Yosis Siswoyo Guru Besar aliran Bandar Karima Bandung saat dikonfirmasi, mensinyalir bahwa kemunculan tenaga dalam di wilayah Jawa Barat secara terbuka memang terjadi pada masa Nampon sepulang dari penjara Digul.

Namun demikian Yosis tidak berani memastikan pencipta jurus tenaga dalam itu Nampon seorang, mengingat pada masa yang hampir bersamaan, di Batavia/Jakarta juga muncul aliran Sin Lam Ba dan Al-Hikmah, bahkan pada tahun yang hampir bersamaan, di daerah Ranca Engkek Bandung Andadinata memunculkan ilmu tenaga dalam yang diklaim asli hasil pemikirannya sendiri.

Aliran Andadinata ini kemudian dikenal dengan nama Marga Rahayu namun kemudian dirubah menjadi Margaluyu dan mulai dikenalkan pada pada khalayak pada tahun 1932, tetapi pada tahun 1922 aliran itu sudah diperkenalkan dalam lingkup yang terbatas.

Anandinata konon memiliki beberapa murid, diantaranya Dan Suwaryana, dosen ASRI yang juga wartawan di Yogyakarta. Dari Dan Suwaryana ini kemudian “pecah” (berkembang) lebih dari 17 perguruan tenaga dalam besar yang kini bermarkas di kota gudeg, Yogyakarta, diantaranya Prana Sakti yang dikembangkan Aspanuddin Panjaitan.

Menurut berbagai pihak yang dapat dipercaya, perguruan yang terinspirasi oleh Prana Sakti itu, diantaranya : Prana Sakti Indonesia, Prana Sakti Jayakarta, Satria Nusantara, Perdawa Padma, Radiasi Tenaga Dalam, Kalimasada, Bunga Islam, Al-Barokah, Indonesia Perkasa, Sinar Putih, Al-Barokah, Al-Ikhlas, dll.

Para Wali

Konon, keilmuan yang ada pada Margaluyu itu sendiri memiliki silsilah dari para Wali di tanah Jawa, yang apabila diruntut yaitu dari Syekh Datul Kahfi – Prabu Kian Santang / P.Cakrabuana (Setelah masuk Islam dikenal sebagai Sunan Rahmad Suci Godong Garut) kemudian ke : Sunan Gunung Jati dan dari beliau turun ke Anandinata.

Hingga kini sejarah tenaga dalam masih misteri, siapa tokoh yang pertama kali menciptakannya. Para pinesepuh juga tidak memiliki refrensi yang kuat berkaitan dengan sejarah perguruan dan pencetusnya.

Dari kalangan Budi Suci atau perguruan yang mengambil sumber dari aliran yang didirikan H Abdul Rosyid ini setidaknya ada 3 nama tokoh yang disebut-sebut dalam “ritual” yaitu Madi, Kari dan Syahbandar (atau disebut Subandari, tetapi bernama asli H Qosim).

Tentang nama Madi, Kari dan Syahbandar sebagaimana disebut diatas, memang banyak mewarnai keilmuan Nampon, namun keilmuan itu lebih bersifat fisik, karena dalam catatan “tempo doeloe” Madi dan Kari belum memperkenalkan teknik bela diri tenaga dalam (pukulan jarak jauh).

Baik Madi, Kari dan Syahbandar dikenal sebagai pendekar silat (fisik) pada masanya. H. Qosim yang kemudian dikenal sebagai Syahbandar atau Mama’ Subadar karena tinggal dan disegani masyarakat desa Subadar di wilayah Cianjur. Sedangkan Madi dikenal sebagai penjual dan penjinak kuda binal yang diimpor asal Eropa.

Dalam dunia persilatan Madi dikenal pakar dalam mematah siku lawan dengan jurus gilesnya, sedangkan Kari dikenal sebagai pendekar asli Benteng Tangerang yang juga menguasai jurus-jurus kung fu dan ahli dalam teknik jatuhan.

Pada era Syahbandar, Kari dan Madi banyak pendekar dari berbagai aliran berkumpul. Batavia seakan menjadi pusat barter ilmu bela diri dari berbagai aliran, mulai dari silat Padang, silat Betawi kombinasi kung fu ala Bang Kari, juga aliran Cimande yang dibawa oleh Khoir.

Dari aliran Budi Suci yang keilmuannya konon bersumber dari Khoir dan Nampon, juga tidak berani mengklaim bahwa tenaga dalam itu bersumber (hanya) dari Nampon seorang. Begitu halnya kalangan yang mengambil sumber dari Margaluyu.

Kalangan Budi Suci, menganalisa bahwa Namponlah yang patut dianggap sebagai pencipta, karena dalam ritual (wirid), nama-nama yang disebut adalah Madi, Kari dan Syahbandar (Syeh Subandari), sedangkan nama Nampon tidak disebut-sebut. Ini menunjukkan bahwa inspirasi ilmu berasal dari tokoh sebelum Nampon, walau nampon yang kemudian merangkum dan menyempurnakannya. Namun simpulan itu diragukan mengingat pada masa pendekar Madi, Kari, Sahbandar ini tenaga dalam belum dikenal.

Terbukti, dalam suatu peristiwa saat Madi diserang kuda binal juga mematahkan kaki kuda dengan tangkisan tangannya, dan Khoir guru dari Nampon saat bertarung dengan pendekar Kung Fu, juga menggunakan selendang untuk mengikat lawannya pada pohon pinang. Artinya, jika tenaga dalam itu sudah ada, dan mereka-mereka itu adalah pakarnya, kenapa musti pakai selendang segala? Kenapa tidak pakai “jurus kunci” agar pendekar Kung Fu itu tidak bisa bergerak.

Justru pemanfaatan tenaga dalam itu baru tercatat pada era Nampon tahun 1930-an. Kasus “histeris” saat menyambut kelahiran anaknya di depan stasiun Padalarang, dan pertarungan Nampon dengan Jawara Banten juga saat melayani tantangan KM Thamim yang (setelah kalah) lalu berguru kepadanya.

Yosis Siswoyo (63) dari Silat Bandar Karima (kepanjangan dari Syahbandar, Kari dan Madi) termasuk kalangan pendekar generasi tua di Bandung juga mengakui dari kalangan perguruan pencak silat dan tenaga dalam memang kurang mentradisikan dalam pelestarian sejarah perguruannya.

Walau Yosis menyebut Nampon dan Andadinata sebagai tokoh yang banyak berjasa mengenalkan tenaga dalam di wilayah Jawa Barat, namun kemunculan Sin Lam Ba dan Al-Hikmah di Batavia pada kurun waktu yang hampir bersamaan, (bahkan disinyalir lebih dulu) juga perlu dipertimbangkan bagi yang ingin melacak sejarah.

Tentang Sin Lam Ba, H Harun Ahmad, murid Muhammad Toha guru besar Sin Lam Ba – Jakarta, kepada penulis menjelaskan bahwa pada tahun 1896 Bang Toha yang juga anggota Polisis di zaman Belanda itu menemukan jurus tenaga dalam dari H Odo seorang kiai dari pesantren di Cikampek, Jawa Barat sedangkan Al-Hikmah yang dikembangkan oleh Abah Zaki Abdul Syukur juga bersumber dari Bang Toha bahkan pada awal kali memulai aktivitas perguruannya, sempat bergabung dibawah panji Sin Lam Ba. Namun ketika H Harun Ahmad ditanya tentang dari mana H Odo mendapatkan ilmu itu, ia tak dapat menjelaskannya.

H Harun hanya menjelaskan, aliran tenaga dalam yang kini berubah menjadi nama yang banyak dan berbeda-beda itu, dulunya adalah “Ilmu Tanpa Nama” yang kemudian dikembangkan pencetusnya dengan cara mengadopsi atau menyampur dari berbagai aliran yang pernah dipelajarinya.

Mulai Berubah Fungsi

Melacak sejarah perkembangan tenaga dalam setidaknya dapat ditelusuri dari sejarah berdirinya aliran tenaga dalam “tua” yaitu :

1896 pertemuan M. Toha dengan H. Odo di Cikampek lalu berdiri aliran Sin Lam Ba di Jakarta.

1922 secara terbatas Andadinata mulai memperkenalkan jurus tenaga dalam di daerah Ranca Ekek, Bandung. Dari Andadinata kemudian muncul aliran Margaluyu.

1932 Nampon mendirikan aliran Tri Rasa di Bandung dan H. Abdul Rosyid mendirikan aliran Budi Suci di Bogor.

Penelusuran sementara sejarah perkembangan perguruan tenaga dalam lebih tertuju pada wilayah Jawa Barat dan Batavia sebagai tempat kelahiran aliran tenaga dalam.

Aliran bercorak Nampon menyebar ke Jawa Tengah melalui perguruan Ragajati, JSP (jurus seni penyadar) dan beberapa aliran tanpa nama.

Sin Lam Ba lebih banyak berkembang di wilayah Jakarta, sedangkan Al-Hikmah masuk Jawa Tengah melalui jalur pesantren Bambu Runcing di Parakan Temanggung. Budi Suci yang didirikan H. Abdul Rosyid di Bogor memilih wilayah pengembangan di wilayah pantai utara ke arah timur mulai dari Jakarta, Bekasi, Karawang, Cikampek, Kuningan, Indramayu dan Cirebon, Semarang, Rembang dan tahun 1983 di Cluwak, Pati Utara. Sedangkan Margaluyu justru berkembang pesat di wilayah Yogyakarta, walau guru yang belajar dari aliran ini kemudian mengganti perguruan dengan nama baru.

Pada tahun-tahun berikutnya, perkembangan perguruan tenaga dalam layaknya MLM (Multi Level Marketing). Seseorang yang belajar pada suatu perguruan memilih untuk mendirikan perguruan baru sesuai selera pribadinya. Ini adalah gejala alamiah yang tidak perlu dimasalahkan, karena setiap guru atau orang yang merasa mampu mengajarkan ilmu pada orang lain itu belum tentu sepaham dengan tradisi yang ada pada perguruan yang pernah diikutinya.

Pertimbangan merubah nama perguruan itu dilatarbelakangi oleh hal-hal yang amat kompleks, mulai adanya ketidaksepahaman pola pikir antara orang zaman dulu yang mistis dan kalangan modernis yang mempertimbangkan sisi kemurnian aqidah dan ilmiah, disamping pertimbangan dari sisi komersial. Yang pasti, misi orang mempelajari tenaga dalam pada masyarakat sekarang sudah mulai berubah dari yang semula berorientasi pada ilmu kesaktian menuju pada gerak fisik (olah raga) karena orang sekarang menganggap lawan berat yang sesungguhnya adalah penyakit. Karena itu, promosi perguruan lebih mengeksploitasi kemampuan mengobati diri sendiri dan orang lain.

Aliran perguruan tenaga dalam yang mengeksploitasi kesaktian kini lebih diminati masyarakat tradisional. Dan menurut pengamatan penulis, perguruan ini justru sering “bermasalah” disebabkan pola pembinaan yang menggiring penganutnya pada sikap “kejawaraan” melalui doktrin-doktrin yang kurang bersahabat pada aliran lain dari sesama perguruan tenaga dalam maupun bela diri dari luar (asing).

Sikap ini sebenarnya bertentangan dengan sikap para tokoh seperti Bang Kari yang selalu wanti-wanti agar siapapun yang mengamalkan bela diri untuk selalu memperhatikan “sikap 5” yaitu :

1. Jangan cepat puas.

2. Jangan suka pamer.

3. Jangan merasa paling jago.

4. Jangan suka mencari pujian dan

5. Jangan menyakiti orang lain.

Dan perlu diingat, perkembangan pencak silat sebagai dasar dari tenaga dalam itu, baik pelaku maupun keilmuannya dapat berkembang karena silaturahmi antar tokoh, mulai dari silat Pagar Ruyung Padang yang dibawa H Qosim (Syahbandar), Bang Kari dan Bang Madi yang merangkum silat Betawi dengan Kung Fu, juga Abah Khoir dengan Cimandenya, RH. Ibrahim dengan Cikalongnya.

Rangkapan Fisik

Setiap perguruan tenaga dalam memberikan sumbangsih tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Margaluyu menorehkan tinta emas sebagai perguruan tua yang banyak mengilhami hampir sebagian besar perguruan di Indonesia, dan cabang-cabang dari perguruan ini banyak berjasa bagi pengembangan tenaga dalam yang ilmiah dan universal.

Sin Lam Ba, Al-Hikmah, Silat Tauhid Indonesia berjasa dalam memberikan nafas religius bagi pesertanya, dan aliran Nampon berjasa dalam memberikan semangat bagi para pejuang di era kemerdekaan.

Terlepas dari sisi positif dari aliran-aliran besar itu, pengembangan aliran tenaga dalam yang kini masih memilih corak pengembangan bela diri dan kesaktian itu justru mendapat kritik dari para pendahulunya.

Pada tahun 1984 Alm. Sidik murid dari H Abdul Rosyid saat berkunjung ke wilayah Pati utara dan menyaksikan cara betarung (peragaan) suatu perguruan “pecahan” dari Budi Suci, menyayangkan kenapa sebagian besar dari siswa perguruan tenaga dalam itu sudah meninggalkan teknik silat (fisik) sebagai basic tenaga dalam.

Artinya, saat diserang mereka cenderung diam dan hanya mengeraskan bagian dada/perut. Kebiasaan ini menurutnya suatu saat akan menjadi bumerang saat harus menghadapi perkelahian diluar gelanggang latihan. Karena saat latihan hanya dengan “diam” saja sudah mampu mementalkan penyerang hingga memberikan kesan bahwa menggunakan tenaga dalam itu mudah sekali.

Mereka tidak sadar bahwa dalam perkelahian di luar gelanggang latihan itu, suasananya berbeda. Dalam arena latihan yang dihadapi adalah teman sendiri yang sudah terlatih dalam menciptakan emosi (amarah).

Cara bela diri memanfaatkan tenaga dalam yang benar menurut Alm. Sidik sudah dicontohkan oleh Nampon saat ditantang jawara dari Banten dan saat akan dicoba kesaktiannya oleh KM Tamim. Yaitu, awalnya mengalah dan berupaya menghindar namun ketika lawan masih memaksa menyerang, baru dilayani dengan jurus silat secara fisik, menghindar, menangkis dan pada saat yang dianggap tepat memancing amarah dengan tamparan ringan dan setelah penyerang emosi, baru menggunakan tenaga dalam.

Pola pembinaan bela diri yang tidak lengkap yang hanya fokus pada sisi batin saja, sering menjadi bumerang bagi mereka yang sudah merasa memiliki tenaga dalam sehingga terlalu yakin bahwa bagaimanapun bentuk serangannya, cukup dengan diam (saja) penyerang pasti mental. Dan ketika mereka menghadapi bahaya yang sesungguhnya, ternyata menggunakan tenaga dalam tidak semudah saat berlatih dengan teman seperguruannya.

Fenomena pembinaan yang sepotong-potong ini tidak lepas dari keterbatasan sebagian guru yang pada umumnya hanya pernah “mampir” di perguruan tenaga dalam. Sidik mengakui banyak orang yang belajar di Budi Suci hanya bermodal “jurus dasar” saja sudah banyak yang berani membuka perguruan baru. Padahal dalam Budi Suci itu terdapat 3 tahapan jurus. Yaitu, Dasar Jurus – Jodoh Jurus dan Kembang Jurus (ibingan).

Karena tergesa-gesa ingin membuka aliran baru itu menyebabkan siswa sering tidak siap disaat harus menggunakan tenaga dalamnya. Dan Yosis Siswoyo dari Bandar Karima memberikan konsep bahwa keberhasilan memanfaatkan tenaga dalam ditentukan dari prinsip “min-plus” yang dapat diartikan : Biarkan orang berniat jahat (marah), aku memilih untuk tetap bertahan dan sabar.

Karena itu pembinaan fisik, teknik bela diri fisik, teknik, kelenturan, refleks dan mental bertarung perlu ditanamkan terlebih dahulu karena kegagalan memanfaatkan tenaga dalam lebih disebabkan mental yang belum siap sehingga orang ingat punya jurus tenaga dalam setelah perkelahian itu sudah usai.

Berdasarkan pengamatan, tenaga dalam berfungsi baik justru disaat pemiliknya “tidak sengaja” dan terpaksa harus bertahan dari serangan orang yang berniat jahat. Dan tenaga dalam itu sering gagal justru disaat tenaga dalam itu dipersiapkan sebelumnya untuk “berkelahi” dan akan lebih gagal total jika tenaga dalam itu digunakan untuk mencari masalah.

Tenaga dalam harus bersifat defensif atau bertahan. Biarkan orang marah dan tetaplah bertahan dengan sabar dan tak perlu mengimbangi amarah. Sebab jika pemilik tenaga dalam mengimbangi amarah, maka rumusnya menjadi “plus ketemu plus” yang menyebabkan energi itu tidak berfungsi. Dan dalam hal ini Budi Suci menjabarkan konsep “min – plus” itu dengan

* sikap membiarkan lawan “budi” (bergerak/amarah) dan
* tetap mempertahankan “suci” (sabar, tenang).

Memposisikan diri tetap bertahan (sabar) sangat ditentukan tingkat kematangan mental. Dan pada masa Nampon dan H Abdul Rosyid, tenaga dalam banyak berhasil karena dipegang oleh pendekar yang sudah terlatih bela diri secara fisik (sabung) sehingga saat menghadapi penyerang mentalnya tetap terjaga.

Sekarang semua sudah berubah. Orang belajar tenaga dalam sudah telanjur yakin bahwa serangan lawan tidak dapat menyentuh sehingga fisik tidak dipersiapkan menghindar atau berbenturan. Dan karena tidak terlatih itu disaat melakukan kontak fisik, yang muncul justru rasa takut atau bahkan mengimbangi amarah hingga keluar dari konsep “min-plus”.

Tenaga Dalam Pantura

Perkembangan tenaga dalam di wilayah eks Karisedenan Pati tak lepas dari peran Perguruan Satya dibawah asuhan alm. Soeharto – Semarang.

Satya berkembang di wilayah Pati awalnya dibawa oleh murid Soeharto bernama Subiyanto asal Jepara. Namun Subiyanto kemudian membuat perguruan Mustika. Walau perguruan ini hanya muncul sesaat kemudian tidak terdengar lagi.

Pada akhir tahun 70-an Satya masuk wilayah Pati dengan corak yang saat itu dianggap tabu karena berlatih pada tempat terbuka pada siang hari. Ini berbeda dengan aliran lain yang memilih berlatih secara sembunyi-sembunyi.

Satya lebih mudah diterima masyarakat karena sifatnya yang terbuka, lebih njawani dan tidak bernaung dibawah partai politik tertentu bahkan menerima anggota dari semua agama, walau dalam ritualnya Satya tidak jauh beda dengan aliran Budi Suci yang dikembangkan oleh Bang Ali yang saat itu juga banyak berkembang di Jawa Tengah.

Kesamaan Satya dengan Budi Suci disebabkan alm. Soeharto mengenal jurus tenaga dalam itu berasal dari Yusuf di Tanjung Pinang, dan Yusuf adalah murid dari alm. Sidik, salah satu dari murid H Abdul Rosyid sang pendiri aliran Budi Suci.

Dalam lingkup pergruannya, Soeharto hampir tidak pernah menyebut-nyebut nama Yusuf sebagai sang guru. Ini disebabkan adanya hal yang sangat pribadi berkaitan dengan sang guru yang WNI keturunan itu. Justru Soeharto lebih sering menyebut nama Sidik, walau pertemuan keduanya itu baru berlangsung diawal tahun 80-an.

Ketika beberapa pengurus Satya di Sirahan, Cluwak berhasil menemukan Sidik di Cilincing, Jakarta Utara, lalu diboyong untuk meneruskan pembinaan dari anggota Satya yang saat itu sudah pasif dari berbagai kegiatan perguruan.

Kehadiran Sidik ke Sirahan ibarat meneruskan pelajaran lanjutan yang tidak terdapat pada kurikulum Satya. Selain pembaharuan dalam jurus dasar juga meneruskan pada materi Jodoh Jurus dan Kembang Jurus ciptaan oleh Abah Khoir sang pendiri Cimande dan sebagian sudah digubah oleh H Abdul Rosyid.

Sejarah tentang tenaga dalam perlu diketahui oleh mereka yang mengikuti suatu aliran tenaga dalam. Ketidaktahuan tentang sejarah itu dapat menggiring seseorang bersikap kacang lupa kulit, bahkan memunculkan “anekdot spiritual” sebagaimana dilakukan seorang guru tenaga dalam yang karena ditanya murid-muridnya dan ia tidak memiliki jawaban lalu menjelaskan bahwa orang-orang yang ditokohkan dalam perguruan itu dengan jawaban yang mengada-ada.

Misalnya, Saman adalah seorang Syekh dari Yaman, Madi disebut sebagai Imam Mahdi, Kari adalah Imam Buchori, Subandari adalah Syeh Isbandari. Dan jawaban seperti itu tidak memiliki dasar dan konon hanya berdasarkan pada kata orang tua semata.(Dari berbagai sumber)

Silat Tenaga Dalam Nur Illahi yang saya pelajari dan tulis diblog ini didapat dari Mbah Muin, yang pada tahun 1968-1973 berdomisili di Jakarta. Adapun guru beliau sendiri saya tidak tahu namanya, tapi katanya dari Banten…

Pantangan yang berat dari aliran ini adalah MOLIMO (Maling, Madon/berzinah, Mabuk, Madat/narkoba, Maen judi)…

Aliran ini latihan fisiknya berat, tapi yang lebih berat sebenarnya adalah latihan sabar dan pantangan molimonya….kalau melanggar pinaltinya berat.

Dari berbagai pengalaman uji coba bertarung betulan, ilmu silat ini sangat ampuh kalau untuk pertarungan antara hidup dan mati, pertarungan yang taruhannya nyawa..mengapa begitu? karena orang yang berniat membunuh kita, pasti nafsu amarahnya sangat tinggi, berarti enerji negatifnya sangat dahsyat…dan justru nafsu amarah lawan inilah yang kita kembalikan dengan ilmu silat tenaga dalam ini, seperti halnya sebuah kaca cermin bisa mengembalikan serangan senjata sinar laser yang menghancurkan…

Pendapat bapak Sidik, murid dari H.Abdul Rosyid tentang para pesilat tenaga dalam sebaiknya juga menguasai silt fisik adalah benar sekali…sebab kalau kita menghadapi para karateka atau pesilat pertandingan yang mampu menahan amarah pada saat berkelahi, maka pesilat tenaga dalam akan sulit menjatuhklan lawan, karena lawan tidak punya nafsu amarah…

Segi positifnya, para pesilat tenaga dalam memang dilarang menggunakan ilmu silat tenaga dalamnya kecuali untuk membeladiri dari serangan yang mematikan…bukan untuk kejahatan atau jago jagoan….karena itu pemilik silat tenaga dalam yang tinggi biasanya tidak akan memamerkan diri/show, karena itu memang ilmu simpanan, ilmu pamungkas…yang dipamerkan biasanya hanya karate, judo, silat mertpati putih, tinjunya saja (sesuai pengalaman pribadi)…

Tingkat kekuatan ilmu silat tenaga dalam sangat dipengaruhi oleh tiongkat keimanan dan ketaqwaan sipesilat…makin beriman dan bertaqwa, makin ampuh ilmunya…sekaligus dapat digunakan untuk bertarung melawan jin dan iblis serta pengobatan kesurupan dan sante…bahkan semua penyakit manusia…(tentunya atas izin Tuhan)…

Ilmu silat tenaga dalam yang dirawat dengan baik, mampu menetralisir semua kekuatan black magic jenis apapun, baik itu ilmu santet, guna guna, leak, kebal, bisa menghilang, bisa menyetrom/tai chi tingkat tinggi, dll (sesuai pengalaman pribadi selama 38 tahun)… Ilmu ini juga sangat efektif bagi penugasan saya sebagai Komandan Polisi Milter selam puluhan tahun yang sering harus bertugas yang bertaruh nyawa….seperti saat menetralisir kekuatan ilmu hitam Xanana Gusmao di Dilli Timtim…



















Ditulis dalam spiritual
« DOA YANG TERKABUL
SALAM KANGEN UNTUK PENGUNJUNG BLOG »

Suka
Be the first to like this post.
Tanggapan

1.

Assalamu’alaikum wr. wb.,

Terima kasih atas artikelnya, pak Tirta.

Sangat bagus untuk menambah wawasan sekaligus membantu menyebar luaskan seni bela diri khas Indonesia agar dapat diterima oleh bangsa-bangsa lain.

Pencak Silat di Eropa memang belum sepopuler seni bela diri lainnya seperti judo, karate atau taekwondo. Namun pencak silat sudah sejak dulu dikenal luas di negeri Belanda yang berpenduduk 16 juta orang. Di negeri kincir angin tersebut terdapat tidak kurang 37 perguruan silat dari berbagai aliran yang penggemarnya dari ke hari semakin banyak.

Beberapa perguruan pencak silat di Belanda yang berakar dari Indonesia adalah sebagai berikut:

1. PS Panglipur
2. PS Padjadjaran Nasional
3. PS Satria Muda
4. PS Paulu Sembilan
5. PS Mande Muda
6. PS Pamur kombinasi Tjimande Tari Kolot Kebon Djeroek Hilir Banten
7. PS Baringin Sakti
8. PS Ciung Wanara
9. PS Bakti Negara
10. PS Perisai Diri
11. PS Perisai Putih
12. PS Setia Hati
13. PS Bongkot Harimau
14. PS Naga Putih Jokotole
15. PS Manyang
16. PS Merpati Putih
17. Satria Nusantara
18. PS Tapak Suci
19. PS Pamur
20. PS Poekoelan Kemajoran
21. PS Pukulan Betawi
22. PS Pukulan Pecutan
23. PS Ular Sendok

Alangkah baiknya bila silat ini bisa masuk resmi dalam turnamen internasional seperti Asian Games dll.

Saya sendiri pernah aktif di PS no. 5 dan 17. Mudah-mudahan sharing ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Wassalamu’alaikum wr. wb.,

William
*

Oleh: william on Juli 25, 2008
at 3:01 pm

Balas

2.

william, asswrwb…

wah rupanya kita memiliki hoby yang sama…

kata Jaya pak William juga pernah jadi tentara Nato di Eropa…tolong sharingkan buat teman pembaca di blog ini tentang pengalaman jadi tentara Nato, terutama suka dukanya…

Melihat daftar perguruan silat yang 23 buah di Belanda, saya kaget juga…rupanya silat Indonesia cukup populer diBelanda…

Padahal di Indonesia perguruan silat tersebut kebanyakan sudah kurang populer lagi diperkotaan…sayang memang….
*

Oleh: tirtaamijaya on Juli 29, 2008
at 7:54 am

Balas

3.

Assalamu’alaikum wr. wb.,

Sesuai dengan permintaan pak Tirta berikut ini sekedar sharing tentang pengalaman saya ketika bertugas sebagai anggota militer NATO menghadapi Pakta Warsawa di garis depan di Jerman Utara.

Pakta Warsawa adalah sebuah aliansi militer negara-negara Blok Timur di Eropa Timur, yang bertujuan mengorganisasikan diri terhadap kemungkinan ancaman dari aliansi NATO (yang dibentuk pada 1949). Pembentukan Pakta Warsawa dipicu oleh integrasi Jerman Barat ke dalam NATO melalui ratifikasi Persetujuan Paris. Pakta Warsawa dirancang oleh Nikita Khrushchev pada tahun 1955 dan ditanda tangani di Warsawa pada 14 Mei 1955. NATO sampai sekarang masih ada bahkan anggotanya sekarang terdiri dari beberapa negara ex. Pakta Warsawa.

Sebelum bergabung dengan British Rhine Army di Paderborn dan Bielefeld tentunya kami mendapat pendidikan dan training-training khusus.

Intinya pendidikan militer di Belanda dibagi 2. Koninklijke Militaire School di Weert mendidik menjadi kader militer selama 2,5 tahun kalau di Indonesia Secaba. Untuk menjadi manajer militer maka didik di Koninklijke Militaire Academie (KMA) di Breda atau kalau di Indonesia di Akmil. Pendidikan di KMA bisa 1,5 tahun (latar belakang pendidikan S1/S2/S3) atau 4 tahun (SMA+).

Semua Kepala Staf Angkatan di Belanda berbintang 3 hanya Inspecteur Generaal yang berbintang 4 (dulu di jabat Prins Bernhard).

Kadet-kadet Indonesia di KMA Breda antara kurun waktu 1949-1957 terdiri dari 39 kadet. 2/3 diantaranya menjadi Jendral. Alumni dari KMA Breda antara lain: RM H.H. Djajadiningrat, RM S. Tjondronegoro, Soedibyo, T. Sumantri Purbodinoto, R. Ngandani, Dading Kalbuadi dan Rudini.

Pendidikan dasar atau Algemene Militaire Vorming selama 4 bulan dilanjutkan dengan pendidikan kejuruan atau functionele opleidingen. Setelah itu dilanjutkan dengan training demolisi, komando, artileri pertahanan udara, intelijen, latihan-latihan ketrampilan dll.

Pengenalan berbagai jenis pesawat tempur dan helikopter tempur musuh seperti MIG, SU/AN/MI8 dll. Pengenalan berbagai jenis Tanks seperti T55/T90, panser dll.

Penggunaan dan kemahiran menggunakan pistol dan senjata seperti FN45, UZI, FAL, MAG, minimi, Browning 12.7, anti tank Dragon, LAW, TOW dsb. Juga Rapier (yang dipakai untuk mengamankan industri strategis seperti di Lhokseumawe dll) dan Stinger.

Kesatuan saya dibentuk di Inggris pada tanggal 11 Januari 1941 dengan nama Brigade Prinses Irene yang di resmikan oleh Ratu Wilhelmina. Brigade ini ambil bagian membebaskan Belanda dari Jerman ketika PDII dan setelah itu namanya dirubah menjadi Garde Regiment Fuselier Prinses Irene dan dalam waktu damai berfungsi sebagai Panser Infanteri Batalyon ke 13 GFPI dengan menggunakan panser YP408/YPR765. Kesatuan ini juga dilibatkan dalam berbagai misi perdamaian PBB dan bahkan ikut andil dalam pembebasan sandera RMS di Belanda tahun 1974/1975 ketika sudah ditarik ke Belanda kembali.

Selama bertugas di Jerman memang kami sudah disiapkan dengan kondisi udara ekstrim sampai -25 C tidur di luar atau dalam lubang perlindungan. Bila tidak hati-hati maka bisa kehilangan jari tangan dan kaki yang membeku dan terpaksa harus diamputasi. Dari segi makanan baik rantsoen ataupun dapur sangat memperhatikan pemeluk agama lain.

Memang semua ini menjadi suatu pengalaman yang berharga dan sulit dilupakan bukan saja disiplin, kerja sama, tanggung jawab, setia kawan ketrampilan dan survival yang dapat dipelajari namun juga pembentukan karakter tangguh yang dapat kita ambil hikmahnya untuk mengarungi hidup ini.

Bagi saya pribadi saya melihat bahwa dimana kita berada disitu langit harus kita junjung asal sesuai dengan tuntunan agama dan hati nurani.

Memang benar pak Tirta banyak kesamaan diantara kita. Tidak ada sesuatu terjadi secara kebetulan dan tanpa kehendak Allah SWT.

Salam juang 165

William

post resend by jey_shodiq

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

makasih buat saran n kunjungannya