Rabu, 18 Mei 2011

Sejarah Nusantara era Hindu Budha


Indonesia mulai berkembang pada zaman kerajaan Hindu-Buddha berkat hubungan dagang dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, Tiongkok, dan wilayah Timur Tengah. Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni musafir Budha Pahyien.
Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha, yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16.
Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I-Tsing mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Tengah dan Kamboja. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada, berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan pembentukan kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.
Masuknya ajaran Islam pada sekitar abad ke-12, melahirkan kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang ekspansionis, seperti Samudera Pasai di Sumatera dan Demak di Jawa. Munculnya kerajaan-kerajaan tersebut, secara perlahan-lahan mengakhiri kejayaan Sriwijaya dan Majapahit, sekaligus menandai akhir dari era ini.
101 - Penempatan Lembah Bujang yang menggunakan aksara Sanskrit Pallava membuktikan hubungan dengan India di Sungai Batu. [1]
300 - Kerajaan-kerajaan di asia tenggara telah melakukan hubungan dagang dengan India. Hubungan dagang ini mulai intensif pada abad ke-2 M. Memperdagangkan barang-barang dalam pasaran internasional misalnya: logam mulia, perhiasan, kerajinan, wangi-wangian, obat-obatan. Dari sebelah timur Indonesia diperdagangkan kayu cendana, kapur barus, cengkeh. Hubungan dagang ini memberi pengaruh yang besar dalam masyarakat Indonesia, terutama dengan masuknya ajaran Hindu dan Budha, pengaruh lainnya terlihat pada sistem pemerintahan.
300 - Telah dilakukannya hubungan pelayaran niaga yang melintasi Tiongkok. Dibuktikan dengan perjalanan dua pendeta Budha yaitu Fa Shien dan Gunavarman. Hubungan dagang ini telah lazim dilakukan, barang-barang yang diperdagangkan kemenyan, kayu cendana, hasil kerajinan.
400 - Hindu dan Budha telah berkembang di Indonesia dilihat dari sejarah kerajaan-kerajaan dan peninggalan-peninggalan pada masa itu antara lain prasasti, candi, patung dewa, seni ukir, barang-barang logam. Keberadaan kerajaan Tarumanagara diberitakan oleh orang Cina.
603 - Kerajaan Malayu berdiri di hilir Batang Hari. Kerajaan ini merupakan konfederasi dari para pedagang-pedagang yang berasal dari pedalaman Minangkabau. Tahun 683, Malayu runtuh oleh serangan Sriwijaya. {referensi?}
671 - Seorang pendeta Budha dari Tiongkok, bernama I-Tsing berangkat dari Kanton ke India. Ia singgah di Sriwijaya untuk belajar tatabahasa Sansekerta, kemudian ia singgah di Malayu selama dua bulan, dan baru melanjutkan perjalanannya ke India.
685 - I-Tsing kembali ke Sriwijaya, disini ia tinggal selama empat tahun untuk menterjemahkan kitab suci Budha dari bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Tionghoa.
692 - Salah satu kerajaan Budha di Indonesia yaitu Sriwijaya tumbuh dan berkembang menjadi pusat perdagangan yang dikunjungi oleh pedagang Arab, Parsi, dan Tiongkok. Yang diperdagangkan antara lain tekstil, kapur barus, mutiara, rempah-rempah, emas, perak. Wilayah kekuasaannya meliputi Sumatera, Semenanjung Malaya, Kamboja, dan Jawa. Sriwijaya juga menguasai jalur perdagangan Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut China Selatan. Dengan penguasaan ini, Sriwijaya mengontrol lalu lintas perdagangan antara Tiongkok dan India, sekaligus menciptakan kekayaan bagi kerajaan.
922 - Dari sebuah laporan tertulis diketahui seorang musafir Tiongkok telah datang kekerajaan Kahuripan di Jawa Timur dan maharaja Jawa telah menghadiahkan pedang pendek berhulu gading berukur pada kaisar Tiongkok.
932 - Restorasi kekuasaan Kerajaan Sunda. Hal ini muncul melalui Prasasti Kebon Kopi II yang bertanggal 854 Saka atau 932 Masehi. [2]
1292 - Musafir Venesia, Marco Polo singgah di bagian utara Sumatera dalam perjalanan pulangnya dari Tiongkok ke Persia melalui laut. Marco Polo berpendapat bahwa Perlak merupakan sebuah kota Islam.
1292 - Raden Wijaya, atas izin Jayakatwang, membuka hutan tarik menjadi permukiman yang disebut Majapahit. Nama ini berasal dari pohon Maja yang berbuah pahit di tempat ini.[3]
1293 - Raden Wijaya memanfaatkan tentara Mongol untuk menggulingkan Jayakatwang di Kediri. Memukul mundur tentara Mongol, lalu ia naik takhta sebagai raja Majapahit pertama pada 12 November.[3]
1293 - 1478 - Kota Majapahit menjadi pusat kemaharajaan yang pengaruhnya membentang dari Sumatera ke Papua, kecuali Sunda dan Madura. Kawasan urban yang padat dihuni oleh populasi yang kosmopolitan dan menjalankan berbagai macam pekerjaan. Kitab Negarakertagama menggambarkan keluhuran budaya Majapahit dengan cita rasa yang halus dalam seni, sastra, dan ritual keagamaan.[3]
1345-1346 - Musafir Maroko, Ibn Battuta melewati Samudra dalam perjalanannya ke dan dari Tiongkok. Diketahui juga bahwa Samudra merupakan pelabuhan yang sangat penting, tempat kapal-kapal dagang dari India dan Tiongkok. Ibn Battuta mendapati bahwa penguasa Samudra adalah seorang pengikut Mahzab Syafi'i salah satu ajaran dalam Islam.
1350-1389 - Puncak kejayaan Majapahit dibawah pimpinan raja Hayam Wuruk dan patihnya Gajah Mada. Majapahit menguasai seluruh kepulauan di asia tenggara bahkan jazirah Malaya sesuai dengan "Sumpah Palapa" yang menyatakan bahwa Gajah Mada menginginkan Nusantara bersatu.
1478 Majapahit runtuh akibat serangan Demak. Kota ini berangsur-angsur ditinggalkan penduduknya, tertimbun tanah, dan menjadi hutan jati.[3]
1570 - Pajajaran, ibukota Kerajaan Hindu terakhir di pulau Jawa dihancurkan oleh Kesultanan Banten.

Selasa, 17 Mei 2011

Kerajaan Mataram Islam


Kesultanan Mataram adalah kerajaan Islam di Pulau Jawa yang pernah berdiri pada abad ke-17. Kerajaan ini dipimpin suatu dinasti keturunan Ki Ageng Sela dan Ki Ageng Pemanahan, yang mengklaim sebagai suatu cabang ningrat keturunan penguasa Majapahit. Asal-usulnya adalah suatu Kadipaten di bawah Kesultanan Pajang, berpusat di "Bumi Mentaok" yang diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan sebagai hadiah atas jasanya. Raja berdaulat pertama adalah Sutawijaya (Panembahan Senapati), putra dari Ki Ageng Pemanahan.
Kerajaan Mataram pada masa keemasannya pernah menyatukan tanah Jawa dan sekitarnya, termasuk Madura. Negeri ini pernah memerangi VOC di Batavia untuk mencegah semakin berkuasanya firma dagang itu, namun ironisnya malah harus menerima bantuan VOC pada masa-masa akhir menjelang keruntuhannya.
Mataram merupakan kerajaan berbasis agraris/pertanian dan relatif lemah secara maritim. Ia meninggalkan beberapa jejak sejarah yang dapat dilihat hingga kini, seperti kampung Matraman di Batavia/Jakarta, sistem persawahan di Pantura Jawa Barat, penggunaan hanacaraka dalam literatur bahasa Sunda, politik feodal di Pasundan, serta beberapa batas administrasi wilayah yang masih berlaku hingga sekarang.
Sutawijaya naik tahta setelah ia merebut wilayah Pajang sepeninggal Hadiwijaya dengan gelar Panembahan Senopati. Pada saat itu wilayahnya hanya di sekitar Jawa Tengah saat ini, mewarisi wilayah Kerajaan Pajang. Pusat pemerintahan berada di Mentaok, wilayah yang terletak kira-kira di timur Kota Yogyakarta dan selatan Bandar Udara Adisucipto sekarang. Lokasi keraton (tempat kedudukan raja) pada masa awal terletak di Banguntapan, kemudian dipindah ke Kotagede. Sesudah ia meninggal (dimakamkan di Kotagede) kekuasaan diteruskan putranya Mas Jolang yang setelah naik tahta bergelar Prabu Hanyokrowati.
Pemerintahan Prabu Hanyokrowati tidak berlangsung lama karena beliau wafat karena kecelakaan saat sedang berburu di hutan Krapyak. Karena itu ia juga disebut Susuhunan Seda Krapyak atau Panembahan Seda Krapyak yang artinya Raja (yang) wafat (di) Krapyak. Setelah itu tahta beralih sebentar ke tangan putra keempat Mas Jolang yang bergelar Adipati Martoputro. Ternyata Adipati Martoputro menderita penyakit syaraf sehingga tahta beralih ke putra sulung Mas Jolang yang bernama Mas Rangsangpada masa pemerintahan Mas Rangsang,Mataram mengalami masa keemasan.
Sesudah naik tahta Mas Rangsang bergelar Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo atau lebih dikenal dengan sebutan Sultan Agung. Pada masanya Mataram berekspansi untuk mencari pengaruh di Jawa. Wilayah Mataram mencakup Pulau Jawa dan Madura (kira-kira gabungan Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur sekarang). Ia memindahkan lokasi kraton ke Kerta (Jw. "kertå", maka muncul sebutan pula "Mataram Kerta"). Akibat terjadi gesekan dalam penguasaan perdagangan antara Mataram dengan VOC yang berpusat di Batavia, Mataram lalu berkoalisi dengan Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon dan terlibat dalam beberapa peperangan antara Mataram melawan VOC. Setelah wafat (dimakamkan di Imogiri), ia digantikan oleh putranya yang bergelar Amangkurat (Amangkurat I).
Amangkurat I memindahkan lokasi keraton ke Pleret (1647), tidak jauh dari Kerta. Selain itu, ia tidak lagi menggunakan gelar sultan, melainkan "sunan" (dari "Susuhunan" atau "Yang Dipertuan"). Pemerintahan Amangkurat I kurang stabil karena banyak ketidakpuasan dan pemberontakan. Pada masanya, terjadi pemberontakan besar yang dipimpin oleh Trunajaya dan memaksa Amangkurat bersekutu dengan VOC. Ia wafat di Tegalarum (1677) ketika mengungsi sehingga dijuluki Sunan Tegalarum. Penggantinya, Amangkurat II (Amangkurat Amral), sangat patuh pada VOC sehingga kalangan istana banyak yang tidak puas dan pemberontakan terus terjadi. Pada masanya, kraton dipindahkan lagi ke Kartasura (1680), sekitar 5km sebelah barat Pajang karena kraton yang lama dianggap telah tercemar.
Pengganti Amangkurat II berturut-turut adalah Amangkurat III (1703-1708), Pakubuwana I (1704-1719), Amangkurat IV (1719-1726), Pakubuwana II (1726-1749). VOC tidak menyukai Amangkurat III karena menentang VOC sehingga VOC mengangkat Pakubuwana I (Puger) sebagai raja. Akibatnya Mataram memiliki dua raja dan ini menyebabkan perpecahan internal. Amangkurat III memberontak dan menjadi "king in exile" hingga tertangkap di Batavia lalu dibuang ke Ceylon.
Kekacauan politik baru dapat diselesaikan pada masa Pakubuwana III setelah pembagian wilayah Mataram menjadi dua yaitu Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta tanggal 13 Februari 1755. Pembagian wilayah ini tertuang dalam Perjanjian Giyanti (nama diambil dari lokasi penandatanganan, di sebelah timur kota Karanganyar, Jawa Tengah). Berakhirlah era Mataram sebagai satu kesatuan politik dan wilayah. Walaupun demikian sebagian masyarakat Jawa beranggapan bahwa Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta adalah "ahli waris" dari Kesultanan Mataram.
1558 - Ki Ageng Pemanahan dihadiahi wilayah Mataram oleh Sultan Pajang Adiwijaya atas jasanya mengalahkan Arya Penangsang.
1577 - Ki Ageng Pemanahan membangun istananya di Pasargede atau Kotagede.
1584 - Ki Ageng Pemanahan meninggal. Sultan Pajang mengangkat Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan sebagai penguasa baru di Mataram, bergelar "Ngabehi Loring Pasar" (karena rumahnya di utara pasar).
1587 - Pasukan Kesultanan Pajang yang akan menyerbu Mataram porak-poranda diterjang badai letusan Gunung Merapi. Sutawijaya dan pasukannya selamat.
1588 - Mataram menjadi kerajaan dengan Sutawijaya sebagai Sultan, bergelar "Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama" artinya Panglima Perang dan Ulama Pengatur Kehidupan Beragama.
1601 - Panembahan Senopati wafat dan digantikan putranya, Mas Jolang yang bergelar Panembahan Hanyakrawati dan kemudian dikenal sebagai "Panembahan Seda ing Krapyak" karena wafat saat berburu (jawa: krapyak).
1613 - Mas Jolang wafat, kemudian digantikan oleh putranya Pangeran Aryo Martoputro. Karena sering sakit, kemudian digantikan oleh kakaknya Raden Mas Rangsang. Gelar pertama yang digunakan adalah Panembahan Hanyakrakusuma atau "Prabu Pandita Hanyakrakusuma". Setelah Menaklukkan Madura beliau menggunakan gelar "Susuhunan Hanyakrakusuma". Terakhir setelah 1640-an beliau menggunakan gelar bergelar "Sultan Agung Senapati Ingalaga Abdurrahman"
1645 - Sultan Agung wafat dan digantikan putranya Susuhunan Amangkurat I.
1645 - 1677 - Pertentangan dan perpecahan dalam keluarga kerajaan Mataram, yang dimanfaatkan oleh VOC.
1677 - Trunajaya merangsek menuju Ibukota Pleret. Susuhunan Amangkurat I mangkat. Putra Mahkota dilantik menjadi Susuhunan Amangkurat II di pengasingan. Pangeran Puger yang diserahi tanggung jawab atas ibukota Pleret mulai memerintah dengan gelar Susuhunan Ing Ngalaga.
1680 - Susuhunan Amangkurat II memindahkan ibukota ke Kartasura.
1681 - Pangeran Puger diturunkan dari tahta Pleret.
1703 - Susuhunan Amangkurat III wafat. Putra mahkota diangkat menjadi Susuhunan Amangkurat III.
1704 - Dengan bantuan VOC Pangeran Puger ditahtakan sebagai Susuhunan Paku Buwono I. Awal Perang Tahta I (1704-1708). Susuhunan Amangkurat III membentuk pemerintahan pengasingan.
1708 - Susuhunan Amangkurat III ditangkap dan dibuang ke Srilanka sampai wafatnya pada 1734.
1719 - Susuhunan Paku Buwono I meninggal dan digantikan putra mahkota dengan gelar Susuhunan Amangkurat IV atau Prabu Mangkurat Jawa. Awal Perang Tahta II (1719-1723).
1726 - Susuhunan Amangkurat IV meninggal dan digantikan Putra Mahkota yang bergelar Susuhunan Paku Buwono II.
1742 - Ibukota Kartasura dikuasai pemberontak. Susuhunan Paku Buwana II berada dalam pengasingan.
1743 - Dengan bantuan VOC Ibukota Kartasura berhasil direbut dari tangan pemberontak dengan keadaan luluh lantak. Sebuah perjanjian sangat berat (menggadaikan kedaulatan Mataram kepada VOC selama belum dapat melunasi hutang biaya perang) bagi Mataram dibuat oleh Susuhunan Paku Buwono II sebagai imbalan atas bantuan VOC.
1745 - Susuhunan Paku Buwana II membangun ibukota baru di desa Sala di tepian Bengawan Beton.
1746 - Susuhunan Paku Buwana II secara resmi menempati ibukota baru yang dinamai Surakarta. Konflik Istana menyebabkan saudara Susuhunan, P. Mangkubumi, meninggalkan istana. Meletus Perang Tahta III yang berlangsung lebih dari 10 tahun (1746-1757) dan mencabik Kerajaan Mataram menjadi dua Kerajaan besar dan satu kerajaan kecil.
1749 - 11 Desember Susuhunan Paku Buwono II menandatangani penyerahan kedaulatan Mataram kepada VOC. Namun secara de facto Mataram baru dapat ditundukkan sepenuhnya pada
1830. 12 Desember Di Yogyakarta, P. Mangkubumi diproklamirkan sebagai Susuhunan Paku Buwono oleh para pengikutnya. 15 Desember van Hohendorff mengumumkan Putra Mahkota sebagai Susuhunan Paku Buwono III.
1752 - Mangkubumi berhasil menggerakkan pemberontakan di provinsi-provinsi Pasisiran (daerah pantura Jawa) mulai dari Banten sampai Madura. Perpecahan Mangkubumi-RM Said.
1754 - Nicolas Hartingh menyerukan gencatan senjata dan perdamaian. 23 September, Nota Kesepahaman Mangkubumi-Hartingh. 4 November, PB III meratifikasi nota kesepahaman. Batavia walau keberatan tidak punya pilihan lain selain meratifikasi nota yang sama.
1755 - 13 Februari Puncak perpecahan terjadi, ditandai dengan Perjanjian Giyanti yang membagi Kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Pangeran Mangkubumi menjadi Sultan atas Kesultanan Yogyakarta dengan gelar "Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing-Ngalaga Ngabdurakhman Sayidin Panatagama Khalifatullah" atau lebih populer dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwono I.
1757 - Perpecahan kembali melanda Mataram. R.M. Said diangkat sebagai penguasa atas sebuah kepangeranan, Praja Mangkunegaran yang terlepas dari Kesunanan Surakarta dengan gelar "Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangku Nagara Senopati Ing Ayudha".
1788 - Susuhunan Paku Buwono III mangkat.
1792 - Sultan Hamengku Buwono I wafat.
1795 - KGPAA Mangku Nagara I meninggal.
1799 - Voc dibubarkan
1813 - Perpecahan kembali melanda Mataram. P. Nata Kusuma diangkat sebagai penguasa atas sebuah kepangeranan, Kadipaten Paku Alaman yang terlepas dari Kesultanan Yogyakarta dengan gelar "Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam".
1830 - Akhir perang Diponegoro. Seluruh daerah Manca nagara Yogyakarta dan Surakarta dirampas Belanda. 27 September, Perjanjian Klaten menentukan tapal yang tetap antara Surakarta dan Yogyakarta dan membagi secara permanen Kerajaan Mataram ditandatangani oleh Sasradiningrat, Pepatih Dalem Surakarta, dan Danurejo, Pepatih Dalem Yogyakarta. Mataram secara de facto dan de yure dikuasai oleh Hindia Belanda.

Kerajaan Mataram Hindu


Kerajaan Medang (atau sering juga disebut Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu) adalah nama sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8, kemudian berpindah ke Jawa Timur pada abad ke-10. Para raja kerajaan ini banyak meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta membangun banyak candi baik yang bercorak Hindu maupun Buddha. Kerajaan Medang akhirnya runtuh pada awal abad ke-11.
Pada umumnya, istilah Kerajaan Medang hanya lazim dipakai untuk menyebut periode Jawa Timur saja, padahal berdasarkan prasasti-prasasti yang telah ditemukan, nama Medang sudah dikenal sejak periode sebelumnya, yaitu periode Jawa Tengah.
Sementara itu, nama yang lazim dipakai untuk menyebut Kerajaan Medang periode Jawa Tengah adalah Kerajaan Mataram, yaitu merujuk kepada salah daerah ibu kota kerajaan ini. Kadang untuk membedakannya dengan Kerajaan Mataram Islam yang berdiri pada abad ke-16, Kerajaan Medang periode Jawa Tengah biasa pula disebut dengan nama Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu.
Bhumi Mataram adalah sebutan lama untuk Yogyakarta dan sekitarnya. Di daerah inilah untuk pertama kalinya istana Kerajaan Medang diperkirakan berdiri (Rajya Medang i Bhumi Mataram). Nama ini ditemukan dalam beberapa prasasti, misalnya prasasti Minto dan prasasti Anjuk ladang. Istilah Mataram kemudian lazim dipakai untuk menyebut nama kerajaan secara keseluruhan, meskipun tidak selamanya kerajaan ini berpusat di sana.
Sesungguhnya, pusat Kerajaan Medang pernah mengalami beberapa kali perpindahan, bahkan sampai ke daerah Jawa Timur sekarang. Beberapa daerah yang pernah menjadi lokasi istana Medang berdasarkan prasasti-prasasti yang sudah ditemukan antara lain,
Medang i Bhumi Mataram (zaman Sanjaya)
Medang i Mamrati (zaman Rakai Pikatan)
Medang i Poh Pitu (zaman Dyah Balitung)
Medang i Bhumi Mataram (zaman Dyah Wawa)
Medang i Tamwlang (zaman Mpu Sindok)
Medang i Watugaluh (zaman Mpu Sindok)
Medang i Wwatan (zaman Dharmawangsa Teguh)
Menurut perkiraan, Mataram terletak di daerah Yogyakarta sekarang. Mamrati dan Poh Pitu diperkirakan terletak di daerah Kedu. Sementara itu, Tamwlang sekarang disebut dengan nama Tembelang, sedangkan Watugaluh sekarang disebut Megaluh. Keduanya terletak di daerah Jombang. Istana terakhir, yaitu Wwatan, sekarang disebut dengan nama Wotan, yang terletak di daerah Madiun.
Prasasti Mantyasih tahun 907 atas nama Dyah Balitung menyebutkan dengan jelas bahwa raja pertama Kerajaan Medang (Rahyang ta rumuhun ri Medang ri Poh Pitu) adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.
Sanjaya sendiri mengeluarkan prasasti Canggal tahun 732, namun tidak menyebut dengan jelas apa nama kerajaannya. Ia hanya memberitakan adanya raja lain yang memerintah pulau Jawa sebelum dirinya, bernama Sanna. Sepeninggal Sanna, negara menjadi kacau. Sanjaya kemudian tampil menjadi raja, atas dukungan ibunya, yaitu Sannaha saudara perempuan Sanna.
Sanna juga dikenal dengan nama sena atau Bratasenawa, yang merupakan raja Kerajaan Galuh yang ketiga (709 - 716 M).Bratasenawa alias Sanna atau Sena digulingkan dari tahta Galuh oleh Purbasora (saudara satu ibu sanna) dalam tahun 716 M.Sena akhirnya melarikan diri ke Pakuan, meminta perlindungan pada Raja Tarusbawa. Tarusbawa yang merupakan raja pertama Kerajaan Sunda (setelah tarumanegara pecah menjadi Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh) adalah sahabat baik sanna. Persahabatan ini pula yang mendorong Tarusbawa mengambil Sanjaya menjadi menantunya. Sanjaya, anak Sannaha saudara perempuan Sanna, berniat menuntut balas terhadap keluarga Purbasora. Untuk itu ia meminta bantuan Tarusbawa (mertuanya yangg merupakan sahabat sanna). Hasratnya dilaksanakan setelah menjadi Raja Sunda yang memerintah atas nama isterinya. Akhirnya Sanjaya menjadi penguasa Kerajaan Sunda, Kerajaan Galuh dan Kerajaan Kalingga (setelah Ratu Shima mangkat). Dalam tahun 732 M Sanjaya mewarisi tahta Kerajaan Mataram dari orangtuanya. Sebelum ia meninggalkan kawasan Jawa Barat, ia mengatur pembagian kekuasaan antara puteranya, Tamperan, dan Resi Guru Demunawan. Sunda dan Galuh menjadi kekuasaan Tamperan, sedangkan Kerajaan Kuningan dan Galunggung diperintah oleh Resi Guru Demunawan, putera bungsu Sempakwaja.

Kisah hidup Sanjaya secara panjang lebar terdapat dalam Carita Parahyangan yang baru ditulis ratusan tahun setelah kematiannya, yaitu sekitar abad ke-16.
Pada umumnya para sejarawan menyebut ada tiga dinasti yang pernah berkuasa di Kerajaan Medang, yaitu Wangsa Sanjaya dan Wangsa Sailendra pada periode Jawa Tengah, serta Wangsa Isyana pada periode Jawa Timur.
Istilah Wangsa Sanjaya merujuk pada nama raja pertama Medang, yaitu Sanjaya. Dinasti ini menganut agama Hindu aliran Siwa. Menurut teori van Naerssen, pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran (pengganti Sanjaya sekitar tahun 770-an), kekuasaan atas Medang direbut oleh Wangsa Sailendra yang beragama Buddha Mahayana.
Mulai saat itu Wangsa Sailendra berkuasa di Pulau Jawa, bahkan berhasil pula menguasai Kerajaan Sriwijaya di Pulau Sumatra. Sampai akhirnya, sekitar tahun 840-an, seorang keturunan Sanjaya bernama Rakai Pikatan berhasil menikahi Pramodawardhani putri mahkota Wangsa Sailendra. Berkat perkawinan itu ia bisa menjadi raja Medang, dan memindahkan istananya ke Mamrati. Peristiwa tersebut dianggap sebagai awal kebangkitan kembali Wangsa Sanjaya.
Menurut teori Bosch, nama raja-raja Medang dalam Prasasti Mantyasih dianggap sebagai anggota Wangsa Sanjaya secara keseluruhan. Sementara itu Slamet Muljana berpendapat bahwa daftar tersebut adalah daftar raja-raja yang pernah berkuasa di Medang, dan bukan daftar silsilah keturunan Sanjaya.
Contoh yang diajukan Slamet Muljana adalah Rakai Panangkaran yang diyakininya bukan putra Sanjaya. Alasannya ialah, prasasti Kalasan tahun 778 memuji Rakai Panangkaran sebagai “permata wangsa Sailendra” (Sailendrawangsatilaka). Dengan demikian pendapat ini menolak teori van Naerssen tentang kekalahan Rakai Panangkaran oleh seorang raja Sailendra.
Menurut teori Slamet Muljana, raja-raja Medang versi Prasasti Mantyasih mulai dari Rakai Panangkaran sampai dengan Rakai Garung adalah anggota Wangsa Sailendra. Sedangkan kebangkitan Wangsa Sanjaya baru dimulai sejak Rakai Pikatan naik takhta menggantikan Rakai Garung.
Istilah Rakai pada zaman Medang identik dengan Bhre pada zaman Majapahit, yang bermakna “penguasa di”. Jadi, gelar Rakai Panangkaran sama artinya dengan “Penguasa di Panangkaran”. Nama aslinya ditemukan dalam prasasti Kalasan, yaitu Dyah Pancapana.
Slamet Muljana kemudian mengidentifikasi Rakai Panunggalan sampai Rakai Garung dengan nama-nama raja Wangsa Sailendra yang telah diketahui, misalnya Dharanindra ataupun Samaratungga. yang selama ini cenderung dianggap bukan bagian dari daftar para raja versi Prasasti Mantyasih.
Sementara itu, dinasti ketiga yang berkuasa di Medang adalah Wangsa Isana yang baru muncul pada ‘’periode Jawa Timur’’. Dinasti ini didirikan oleh Mpu Sindok yang membangun istana baru di Tamwlang sekitar tahun 929. Dalam prasasti-prasastinya, Mpu Sindok menyebut dengan tegas bahwa kerajaannya adalah kelanjutan dari Kadatwan Rahyangta i Medang i Bhumi Mataram.
Apabila teori Slamet Muljana benar, maka daftar raja-raja Medang sejak masih berpusat di Bhumi Mataram sampai berakhir di Wwatan dapat disusun secara lengkap sebagai berikut:


Candi Prambanan dari abad ke-9, terletak di Prambanan, Yogyakarta, dibangun antara masa pemerintahan Rakai Pikatan dan Dyah Balitung.
Sanjaya, pendiri Kerajaan Medang
Rakai Panangkaran, awal berkuasanya Wangsa Syailendra
Rakai Panunggalan alias Dharanindra
Rakai Warak alias Samaragrawira
Rakai Garung alias Samaratungga
Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, awal kebangkitan Wangsa Sanjaya
Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala
Rakai Watuhumalang
Rakai Watukura Dyah Balitung
Mpu Daksa
Rakai Layang Dyah Tulodong
Rakai Sumba Dyah Wawa
Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur
Sri Lokapala suami Sri Isanatunggawijaya
Makuthawangsawardhana
Dharmawangsa Teguh, Kerajaan Medang berakhir
Pada daftar di atas hanya Sanjaya yang memakai gelar Sang Ratu, sedangkan raja-raja sesudahnya semua memakai gelar Sri Maharaja.
Raja merupakan pemimpin tertinggi Kerajaan Medang. Sanjaya sebagai raja pertama memakai gelar Ratu. Pada zaman itu istilah Ratu belum identik dengan kaum perempuan. Gelar ini setara dengan Datu yang berarti "pemimpin". Keduanya merupakan gelar asli Indonesia.
Ketika Rakai Panangkaran dari Wangsa Sailendra berkuasa, gelar Ratu dihapusnya dan diganti dengan gelar Sri Maharaja. Kasus yang sama terjadi pada Kerajaan Sriwijaya di mana raja-rajanya semula bergelar Dapunta Hyang, dan setelah dikuasai Wangsa Sailendra juga berubah menjadi Sri Maharaja.
Pemakaian gelar Sri Maharaja di Kerajaan Medang tetap dilestarikan oleh Rakai Pikatan meskipun Wangsa Sanjaya berkuasa kembali. Hal ini dapat dilihat dalam daftar raja-raja versi Prasasti Mantyasih yang menyebutkan hanya Sanjaya yang bergelar Sang Ratu.
Jabatan tertinggi sesudah raja ialah Rakryan Mahamantri i Hino atau kadang ditulis Rakryan Mapatih Hino. Jabatan ini dipegang oleh putra atau saudara raja yang memiliki peluang untuk naik takhta selanjutnya. Misalnya, Mpu Sindok merupakan Mapatih Hino pada masa pemerintahan Dyah Wawa.
Jabatan Rakryan Mapatih Hino pada zaman ini berbeda dengan Rakryan Mapatih pada zaman Majapahit. Patih zaman Majapahit setara dengan perdana menteri namun tidak berhak untuk naik takhta.
Jabatan sesudah Mahamantri i Hino secara berturut-turut adalah Mahamantri i Halu dan Mahamantri i Sirikan. Pada zaman Majapahit jabatan-jabatan ini masih ada namun hanya sekadar gelar kehormatan saja. Pada zaman Wangsa Isana berkuasa masih ditambah lagi dengan jabatan Mahamantri Wka dan Mahamantri Bawang.
Jabatan tertinggi di Medang selanjutnya ialah Rakryan Kanuruhan sebagai pelaksana perintah raja. Mungkin semacam perdana menteri pada zaman sekarang atau setara dengan Rakryan Mapatih pada zaman Majapahit. Jabatan Rakryan Kanuruhan pada zaman Majapahit memang masih ada, namun kiranya setara dengan menteri dalam negeri pada zaman sekarang.
Penduduk Medang sejak periode Bhumi Mataram sampai periode Wwatan pada umumnya bekerja sebagai petani. Kerajaan Medang memang terkenal sebagai negara agraris, sedangkan saingannya, yaitu Kerajaan Sriwijaya merupakan negara maritim.
Agama resmi Kerajaan Medang pada masa pemerintahan Sanjaya adalah Hindu aliran Siwa. Ketika Sailendrawangsa berkuasa, agama resmi kerajaan berganti menjadi Buddha aliran Mahayana. Kemudian pada saat Rakai Pikatan dari Sanjayawangsa berkuasa, agama Hindu dan Buddha tetap hidup berdampingan dengan penuh toleransi.
Pada masa pemerintahan Rakai Kayuwangi putra Rakai Pikatan (sekitar 856 – 880–an), ditemukan beberapa prasasti atas nama raja-raja lain, yaitu Maharaja Rakai Gurunwangi dan Maharaja Rakai Limus Dyah Dewendra. Hal ini menunjukkan kalau pada saat itu Rakai Kayuwangi bukanlah satu-satunya maharaja di Pulau Jawa. Sedangkan menurut prasasti Mantyasih, raja sesudah Rakai Kayuwangi adalah Rakai Watuhumalang.
Dyah Balitung yang diduga merupakan menantu Rakai Watuhumalang berhasil mempersatukan kembali kekuasaan seluruh Jawa, bahkan sampai Bali. Mungkin karena kepahlawanannya itu, ia dapat mewarisi takhta mertuanya.
Pemerintahan Balitung diperkirakan berakhir karena terjadinya kudeta oleh Mpu Daksa yang mengaku sebagai keturunan asli Sanjaya. Ia sendiri kemudian digantikan oleh menantunya, bernama Dyah Tulodhong. Tidak diketahui dengan pasti apakah proses suksesi ini berjalan damai ataukah melalui kudeta pula.
Tulodhong akhirnya tersingkir oleh pemberontakan Dyah Wawa yang sebelumnya menjabat sebagai pegawai pengadilan.
Menurut teori van Bammelen, perpindahan istana Medang dari Jawa Tengah menuju Jawa Timur disebabkan oleh letusan Gunung Merapi yang sangat dahsyat. Konon sebagian puncak Merapi hancur. Kemudian lapisan tanah begeser ke arah barat daya sehingga terjadi lipatan, yang antara lain, membentuk Gunung Gendol dan lempengan Pegunungan Menoreh. Letusan tersebut disertai gempa bumi dan hujan material vulkanik berupa abu dan batu.
Istana Medang yang diperkirakan kembali berada di Bhumi Mataram hancur. Tidak diketahui dengan pasti apakah Dyah Wawa tewas dalam bencana alam tersebut ataukah sudah meninggal sebelum peristiwa itu terjadi, karena raja selanjutnya yang bertakhta di Jawa Timur bernama Mpu Sindok.
Mpu Sindok yang menjabat sebagai Rakryan Mapatih Hino mendirikan istana baru di daerah Tamwlang. Prasasti tertuanya berangka tahun 929. Dinasti yang berkuasa di Medang periode Jawa Timur bukan lagi Sanjayawangsa, melainkan sebuah keluarga baru bernama Isanawangsa, yang merujuk pada gelar abhiseka Mpu Sindok yaitu Sri Isana Wikramadharmottungga.
Selain menguasai Medang, Wangsa Sailendra juga menguasai Kerajaan Sriwijaya di pulau Sumatra. Hal ini ditandai dengan ditemukannya Prasasti Ligor tahun 775 yang menyebut nama Maharaja Wisnu dari Wangsa Sailendra sebagai penguasa Sriwijaya.
Hubungan senasib antara Jawa dan Sumatra berubah menjadi permusuhan ketika Wangsa Sanjaya bangkit kembali memerintah Medang. Menurut teori de Casparis, sekitar tahun 850–an, Rakai Pikatan berhasil menyingkirkan seorang anggota Wangsa Sailendra bernama Balaputradewa putra Samaragrawira.
Balaputradewa kemudian menjadi raja Sriwijaya di mana ia tetap menyimpan dendam terhadap Rakai Pikatan. Perselisihan antara kedua raja ini berkembang menjadi permusuhan turun-temurun pada generasi selanjutnya. Selain itu, Medang dan Sriwijaya juga bersaing untuk menguasai lalu lintas perdagangan di Asia Tenggara.
Rasa permusuhan Wangsa Sailendra terhadap Jawa terus berlanjut bahkan ketika Wangsa Isana berkuasa. Sewaktu Mpu Sindok memulai periode Jawa Timur, pasukan Sriwijaya datang menyerangnya. Pertempuran terjadi di daerah Anjukladang (sekarang Nganjuk, Jawa Timur) yang dimenangkan oleh pihak Mpu Sindok.
Mahapralaya adalah peristiwa hancurnya istana Medang di Jawa Timur berdasarkan berita dalam prasasti Pucangan. Tahun terjadinya peristiwa tersebut tidak dapat dibaca dengan jelas sehingga muncul dua versi pendapat. Sebagian sejarawan menyebut Kerajaan Medang runtuh pada tahun 1006, sedangkan yang lainnya menyebut tahun 1016.
Raja terakhir Medang adalah Dharmawangsa Teguh, cicit Mpu Sindok. Kronik Cina dari Dinasti Song mencatat telah beberapa kali Dharmawangsa mengirim pasukan untuk menggempur ibu kota Sriwijaya sejak ia naik takhta tahun 991. Permusuhan antara Jawa dan Sumatra semakin memanas saat itu.
Pada tahun 1006 (atau 1016) Dharmawangsa lengah. Ketika ia mengadakan pesta perkawinan putrinya, istana Medang di Wwatan diserbu oleh Aji Wurawari dari Lwaram yang diperkirakan sebagai sekutu Kerajaan Sriwijaya. Dalam peristiwa tersebut, Dharmawangsa tewas.
Tiga tahun kemudian, seorang pangeran berdarah campuran Jawa–Bali yang lolos dari Mahapralaya tampil membangun kerajaan baru sebagai kelanjutan Kerajaan Medang. Pangeran itu bernama Airlangga yang mengaku bahwa ibunya adalah keturunan Mpu Sindok. Kerajaan yang ia dirikan kemudian lazim disebut dengan nama Kerajaan Kahuripan.
Selain meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, Kerajaan Medang juga membangun banyak candi, baik itu yang bercorak Hindu maupun Buddha. Temuan Wonoboyo berupa artifak emas yang ditemukan tahun 1990 di Wonoboyo, Klaten, Jawa Tengah; menunjukkan kekayaan dan kehalusan seni budaya kerajaan Medang.
Candi-candi peninggalan Kerajaan Medang antara lain, Candi Kalasan, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sewu, Candi Mendut, Candi Pawon, dan tentu saja yang paling kolosal adalah Candi Borobudur. Candi megah yang dibangun oleh Sailendrawangsa ini telah ditetapkan UNESCO (PBB) sebagai salah satu warisan budaya dunia.

daftar pustaka
Marwati Poesponegoro & Nugroho Notosusanto. 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka
Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS
Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
Slamet Muljana. 2006. Sriwijaya (terbitan ulang 1960). Yogyakarta: LKIS

Singosari



Singosari adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kecamatan ini berada di sebelah utara Kota Malang, dan dilintasi jalur utama Surabaya-Malang. Terletak pada ketinggian 400-700 meter dpl, Singosari beriklim sejuk. Daerah yang lebih tinggi berada di sebelah barat di kaki Gunung Arjuno dimana sebagian besar wilayahnya diperuntukkan bagi perkebunan (kopi), kehutanan (mahoni) dan peternakan (ayam) sehingga populasi penduduknya jarang.


Gunung Arjuno dilihat dari arah Singosari

Daftar isi [sembunyikan]
1 Sejarah
2 Pertanian dan perkebunan
3 Perindustrian
4 Markas militer
5 Pendidikan
6 Transpotasi
7 Desa/Kelurahan
8 Lihat pula
9 Pranala luar
[sunting]Sejarah

Nama Singosari berasal dari Singhasari, sebuah kerajaan besar pada abad ke 10 yang ibukotanya berada di wilayah kecamatan ini dengan rajanya yang terkenal bernama Kertanegara. Keturunan dari Kertanegara adalah Wijaya yang menjadi pendiri Kerajaan Majapahit. Salah satu peninggalan kerajaan tersebut yang kini menjadi salah satu tempat wisata andalan adalah Candi Singosari dan patung Dwarapala yang merupakan patung terbesar di Indonesia. Selain itu juga terdapat sebuah candi Budha atau tepatnya stupa di desa Sumberawan dan diberi nama sesuai nama desa itu yaitu Candi Sumberawan. Candi Sumberawan sering dipakai umat Budha sebagai pusat perayaan Hari Raya Waisak di Kabupaten Malang.

Candi Singosari



Candi Sumberawan



Arca Dwarapala

MAJAPAHIT



Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Untuk kegunaan lain dari Majapahit, lihat Majapahit (disambiguasi).
Majapahit

1293–1527 →

Surya Majapahit*

Peta wilayah kekuasaan Majapahit berdasarkan Nagarakertagama; keakuratan wilayah kekuasaan Majapahit menurut penggambaran orang Jawa masih diperdebatkan.[1]
Ibu kota Majapahit, Wilwatikta (Trowulan)
Bahasa Jawa Kuno, Sansekerta
Agama Hindu, Buddha
Pemerintahan Monarki
Raja
- 1295-1309 Kertarajasa Jayawardhana
- 1478-1498 Girindrawardhana
Sejarah
- Penobatan Raden Wijaya 10 November 1293
- Invasi Demak 1527
Mata uang Koin emas dan perak, kepeng (koin perunggu yang diimpor dari Tiongkok)
*Surya Majapahit adalah lambang yang umumnya dapat ditemui di reruntuhan Majapahit, sehingga Surya Majapahit mungkin merupakan simbol kerajaan Majapahit
Artikel ini bagian dari seri
Sejarah Indonesia

Lihat pula:
Garis waktu sejarah Indonesia
Sejarah Nusantara
Prasejarah
Kerajaan Hindu-Buddha
Kutai (abad ke-4)
Tarumanagara (358–669)
Sriwijaya (abad ke-7 sampai ke-11)
Sailendra (abad ke-8 sampai ke-9)
Kerajaan Sunda (669–1579)
Kerajaan Medang (752–1045)
Kediri (1045–1221)
Dharmasraya (abad ke-12 sampai ke-14)
Singhasari (1222–1292)
Majapahit (1293–1500)
Kerajaan Islam
Kesultanan Ternate (1257–sekarang)
Kesultanan Malaka (1400–1511)
Kesultanan Demak (1475–1548)
Kesultanan Aceh (1496–1903)
Kesultanan Banten (1526–1813)
Kesultanan Mataram (1500-an—1700-an)
Kolonialisme bangsa Eropa
Portugis (1512–1850)
VOC (1602-1800)
Belanda (1800–1942)
Kemunculan Indonesia
Kebangkitan Nasional (1899-1942)
Pendudukan Jepang (1942–1945)
Revolusi nasional (1945–1950)
Indonesia Merdeka
Orde Lama (1950–1959)
Demokrasi Terpimpin (1959–1965)
Orde Baru (1966–1998)
Era Reformasi (1998–sekarang)
l • b • s
Majapahit adalah sebuah kerajaan di Indonesia yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya dan mejadi Kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389.
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia.[2] Kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.[3]
Daftar isi [sembunyikan]
1 Historiografi
2 Sejarah
2.1 Berdirinya Majapahit
2.2 Kejayaan Majapahit
2.3 Jatuhnya Majapahit
3 Kebudayaan
4 Ekonomi
5 Struktur pemerintahan
5.1 Aparat birokrasi
5.2 Pembagian wilayah
6 Raja-raja Majapahit
7 Warisan sejarah
7.1 Legitimasi politik
7.2 Arsitektur
7.3 Persenjataan
8 Kesenian modern
8.1 Puisi lama
8.2 Komik dan strip komik
8.3 Roman/novel sejarah
8.4 Film/Sinetron
9 Referensi
10 Lihat pula
11 Pranala luar
[sunting]Historiografi

Hanya terdapat sedikit bukti fisik sisa-sisa Majapahit,[4] dan sejarahnya tidak jelas.[5] Sumber utama yang digunakan oleh para sejarawan adalah Pararaton ('Kitab Raja-raja') dalam bahasa Kawi dan Nagarakretagama[6] dalam bahasa Jawa Kuno.[7] Pararaton terutama menceritakan Ken Arok (pendiri Kerajaan Singhasari) namun juga memuat beberapa bagian pendek mengenai terbentuknya Majapahit. Sementara itu, Nagarakertagama merupakan puisi Jawa Kuno yang ditulis pada masa keemasan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk. Setelah masa itu, hal yang terjadi tidaklah jelas.[8] Selain itu, terdapat beberapa prasasti dalam bahasa Jawa Kuno maupun catatan sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain.[8]
Keakuratan semua naskah berbahasa Jawa tersebut dipertentangkan. Tidak dapat disangkal bahwa sumber-sumber itu memuat unsur non-historis dan mitos. Beberapa sarjana seperti C.C. Berg menganggap semua naskah tersebut bukan catatan masa lalu, tetapi memiliki arti supernatural dalam hal dapat mengetahui masa depan.[9] Namun demikian, banyak pula sarjana yang beranggapan bahwa garis besar sumber-sumber tersebut dapat diterima karena sejalan dengan catatan sejarah dari Tiongkok, khususnya daftar penguasa dan keadaan kerajaan yang tampak cukup pasti.[5]
[sunting]Sejarah

[sunting]Berdirinya Majapahit


Arca Harihara, dewa gabungan Siwa dan Wisnu sebagai penggambaran Kertarajasa. Berlokasi semula di Candi Simping, Blitar, kini menjadi koleksi Museum Nasional Republik Indonesia.
Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi kerajaan paling kuat di Jawa. Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang bernama Meng Chi[10] ke Singhasari yang menuntut upeti. Kertanagara, penguasa kerajaan Singhasari yang terakhir menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan memotong telinganya.[10][11] Kublai Khan marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293.
Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah membunuh Kertanagara. Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa "pahit" dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang. Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya secara kalang-kabut karena mereka berada di teritori asing.[12][13] Saat itu juga merupakan kesempatan terakhir mereka untuk menangkap angin muson agar dapat pulang, atau mereka harus terpaksa menunggu enam bulan lagi di pulau yang asing.
Tanggal pasti yang digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan Majapahit adalah hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 saka yang bertepatan dengan tanggal 10 November 1293. Ia dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana. Kerajaan ini menghadapi masalah. Beberapa orang tepercaya Kertarajasa, termasuk Ranggalawe, Sora, dan Nambi memberontak melawannya, meskipun pemberontakan tersebut tidak berhasil. Slamet Muljana menduga bahwa mahapatih Halayudha lah yang melakukan konspirasi untuk menjatuhkan semua orang tepercaya raja, agar ia dapat mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun setelah kematian pemberontak terakhir (Kuti), Halayudha ditangkap dan dipenjara, dan lalu dihukum mati.[13] Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309.
Anak dan penerus Wijaya, Jayanegara, Pararaton menyebutnya Kala Gemet, yang berarti "penjahat lemah". Kira-kira pada suatu waktu dalam kurun pemerintahan Jayanegara, seorang pendeta Italia, Odorico da Pordenone mengunjungi keraton Majapahit di Jawa. Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya menggantikannya, akan tetapi Rajapatni memilih mengundurkan diri dari istana dan menjadi bhiksuni. Rajapatni menunjuk anak perempuannya Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu Majapahit. Pada tahun 1336, Tribhuwana menunjuk Gajah Mada sebagai Mahapatih, pada saat pelantikannya Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang menunjukkan rencananya untuk melebarkan kekuasaan Majapahit dan membangun sebuah kemaharajaan. Selama kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang menjadi lebih besar dan terkenal di kepulauan Nusantara. Tribhuwana berkuasa di Majapahit sampai kematian ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk.
[sunting]Kejayaan Majapahit


Bidadari Majapahit yang anggun, ukiran emas apsara (bidadari surgawi) gaya khas Majapahit menggambarkan dengan sempurna zaman kerajaan Majapahit sebagai "zaman keemasan" di kepulauan nusantara.


Terakota wajah yang dipercaya sebagai potret Gajah Mada.
Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah.
Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, dan sebagian kepulauan Filipina[14]. Sumber ini menunjukkan batas terluas sekaligus puncak kejayaan Kemaharajaan Majapahit.
Namun demikian, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja[15]. Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok.[15][2]
Selain melancarkan serangan dan ekspedisi militer, Majapahit juga menempuh jalan diplomasi dan menjalin persekutuan. Kemungkinan karena didorong alasan politik, Hayam Wuruk berhasrat mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putri Kerajaan Sunda sebagai permaisurinya.[16] Pihak Sunda menganggap lamaran ini sebagai perjanjian persekutuan. Pada 1357 rombongan raja Sunda beserta keluarga dan pengawalnya bertolak ke Majapahit mengantarkan sang putri untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk. Akan tetapi Gajah Mada melihat hal ini sebagai peluang untuk memaksa kerajaan Sunda takluk di bawah Majapahit. Pertarungan antara keluarga kerajaan Sunda dengan tentara Majapahit di lapangan Bubat tidak terelakkan. Meski dengan gagah berani memberikan perlawanan, keluarga kerajaan Sunda kewalahan dan akhirnya dikalahkan. Hampir seluruh rombongan keluarga kerajaan Sunda dapat dibinasakan secara kejam.[17] Tradisi menyebutkan bahwa sang putri yang kecewa, dengan hati remuk redam melakukan "bela pati", bunuh diri untuk membela kehormatan negaranya.[18] Kisah Pasunda Bubat menjadi tema utama dalam naskah Kidung Sunda yang disusun pada zaman kemudian di Bali. Kisah ini disinggung dalam Pararaton tetapi sama sekali tidak disebutkan dalam Nagarakretagama.
Kakawin Nagarakretagama yang disusun pada tahun 1365 menyebutkan budaya keraton yang adiluhung, anggun, dan canggih, dengan cita rasa seni dan sastra yang halus dan tinggi, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Sang pujangga menggambarkan Majapahit sebagai pusat mandala raksasa yang membentang dari Sumatera ke Papua, mencakup Semenanjung Malaya dan Maluku. Tradisi lokal di berbagai daerah di Nusantara masih mencatat kisah legenda mengenai kekuasaan Majapahit. Administrasi pemerintahan langsung oleh kerajaan Majapahit hanya mencakup wilayah Jawa Timur dan Bali, di luar daerah itu hanya semacam pemerintahan otonomi luas, pembayaran upeti berkala, dan pengakuan kedaulatan Majapahit atas mereka. Akan tetapi segala pemberontakan atau tantangan bagi ketuanan Majapahit atas daerah itu dapat mengundang reaksi keras.[19]
Pada tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada, Majapahit melancarkan serangan laut untuk menumpas pemberontakan di Palembang.[2]
Meskipun penguasa Majapahit memperluas kekuasaannya pada berbagai pulau dan kadang-kadang menyerang kerajaan tetangga, perhatian utama Majapahit nampaknya adalah mendapatkan porsi terbesar dan mengendalikan perdagangan di kepulauan Nusantara. Pada saat inilah pedagang muslim dan penyebar agama Islam mulai memasuki kawasan ini.
[sunting]Jatuhnya Majapahit
Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki masa kemunduran akibat konflik perebutan takhta. Pewaris Hayam Wuruk adalah putri mahkota Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga memiliki seorang putra dari selirnya Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas takhta.[5] Perang saudara yang disebut Perang Paregreg diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Perang ini akhirnya dimenangi Wikramawardhana, semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung. Tampaknya perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah taklukannya di seberang.
Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi laut Dinasti Ming yang dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa kali antara kurun waktu 1405 sampai 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah menciptakan komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa, seperti di Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki pijakan di pantai utara Jawa.
Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan oleh putrinya, Ratu Suhita, yang memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Ia adalah putri kedua Wikramawardhana dari seorang selir yang juga putri kedua Wirabhumi. Pada 1447, Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan oleh Kertawijaya, adik laki-lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451. Setelah Kertawijaya wafat, Bhre Pamotan menjadi raja dengan gelar Rajasawardhana dan memerintah di Kahuripan. Ia wafat pada tahun 1453 AD. Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja akibat krisis pewarisan takhta. Girisawardhana, putra Kertawijaya, naik takhta pada 1456. Ia kemudian wafat pada 1466 dan digantikan oleh Singhawikramawardhana. Pada 1468 pangeran Kertabhumi memberontak terhadap Singhawikramawardhana dan mengangkat dirinya sebagai raja Majapahit.[8].
Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama sudah mulai memasuki Nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam, yaitu Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian barat Nusantara[20]. Di bagian barat kemaharajaan yang mulai runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi membendung kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada pertengahan abad ke-15 mulai menguasai Selat Malaka dan melebarkan kekuasaannya ke Sumatera. Sementara itu beberapa jajahan dan daerah taklukan Majapahit di daerah lainnya di Nusantara, satu per satu mulai melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.


Sebuah tampilan model kapal Majapahit di Museum Negara Malaysia, Kuala Lumpur, Malaysia.
Singhawikramawardhana memindahkan ibu kota kerajaan lebih jauh ke pedalaman di Daha (bekas ibu kota Kerajaan Kediri) dan terus memerintah disana hingga digantikan oleh putranya Ranawijaya pada tahun 1474. Pada 1478 Ranawijaya mengalahkan Kertabhumi dan mempersatukan kembali Majapahit menjadi satu kerajaan. Ranawijaya memerintah pada kurun waktu 1474 hingga 1519 dengan gelar Girindrawardhana. Meskipun demikian kekuatan Majapahit telah melemah akibat konflik dinasti ini dan mulai bangkitnya kekuatan kerajaan-kerajaan Islam di pantai utara Jawa.
Waktu berakhirnya Kemaharajaan Majapahit berkisar pada kurun waktu tahun 1478 (tahun 1400 saka, berakhirnya abad dianggap sebagai waktu lazim pergantian dinasti dan berakhirnya suatu pemerintahan[21]) hingga tahun 1527.
Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang berbunyi sirna ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun demikian yang sebenarnya digambarkan oleh candrasengkala tersebut adalah gugurnya Bhre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana[22].
Menurut prasasti Jiyu dan Petak, Ranawijaya mengaku bahwa ia telah mengalahkan Kertabhumi [22] dan memindahkan ibu kota ke Daha (Kediri). Peristiwa ini memicu perang antara Daha dengan Kesultanan Demak, karena penguasa Demak adalah keturunan Kertabhumi. Peperangan ini dimenangi Demak pada tahun 1527.[23] Sejumlah besar abdi istana, seniman, pendeta, dan anggota keluarga kerajaan mengungsi ke pulau Bali. Pengungsian ini kemungkinan besar untuk menghindari pembalasan dan hukuman dari Demak akibat selama ini mereka mendukung Ranawijaya melawan Kertabhumi.
Dengan jatuhnya Daha yang dihancurkan oleh Demak pada tahun 1527, kekuatan kerajaan Islam pada awal abad ke-16 akhirnya mengalahkan sisa kerajaan Majapahit[24]. Demak dibawah pemerintahan Raden (kemudian menjadi Sultan) Patah (Fatah), diakui sebagai penerus kerajaan Majapahit. Menurut Babad Tanah Jawi dan tradisi Demak, legitimasi Raden Patah karena ia adalah putra raja Majapahit Brawijaya V dengan seorang putri China.
Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M[22].
Demak memastikan posisinya sebagai kekuatan regional dan menjadi kerajaan Islam pertama yang berdiri di tanah Jawa. Saat itu setelah keruntuhan Majapahit, sisa kerajaan Hindu yang masih bertahan di Jawa hanya tinggal kerajaan Blambangan di ujung timur, serta Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran di bagian barat. Perlahan-lahan Islam mulai menyebar seiring mundurnya masyarakat Hindu ke pegunungan dan ke Bali. Beberapa kantung masyarakat Hindu Tengger hingga kini masih bertahan di pegunungan Tengger, kawasan Bromo dan Semeru
[sunting]Kebudayaan



Gapura Bajang Ratu, gerbang masuk salah satu kompleks bangunan penting di ibu kota Majapahit. Bangunan ini masih tegak berdiri di Trowulan.
"Dari semua bangunan, tidak ada tiang yang luput dari ukiran halus dan warna indah" [Dalam lingkungan dikelilingi tembok] "terdapat pendopo anggun beratap ijuk, indah bagai pemandangan dalam lukisan... Kelopak bunga katangga gugur tertiup angin dan bertaburan di atas atap. Atap itu bagaikan rambut gadis yang berhiaskan bunga, menyenangkan hati siapa saja yang memandangnya".

— Gambaran ibu kota Majapahit kutipan dari Nagarakertagama.

Nagarakretagama menyebutkan budaya keraton yang adiluhung dan anggun, dengan cita rasa seni dan sastra yang halus, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Peristiwa utama dalam kalender tata negara digelar tiap hari pertama bulan Caitra (Maret-April) ketika semua utusan dari semua wilayah taklukan Majapahit datang ke istana untuk membayar upeti atau pajak. Kawasan Majapahit secara sederhana terbagi dalam tiga jenis: keraton termasuk kawasan ibu kota dan sekitarnya; wilayah-wilayah di Jawa Timur dan Bali yang secara langsung dikepalai oleh pejabat yang ditunjuk langsung oleh raja; serta wilayah-wilayah taklukan di kepulauan Nusantara yang menikmati otonomi luas.[25]
Ibu kota Majapahit di Trowulan merupakan kota besar dan terkenal dengan perayaan besar keagamaan yang diselenggarakan setiap tahun. Agama Buddha, Siwa, dan Waisnawa (pemuja Wisnu) dipeluk oleh penduduk Majapahit, dan raja dianggap sekaligus titisan Buddha, Siwa, maupun Wisnu. Nagarakertagama sama sekali tidak menyinggung tentang Islam, akan tetapi sangat mungkin terdapat beberapa pegawai atau abdi istana muslim saat itu.[2]
Walaupun batu bata telah digunakan dalam candi pada masa sebelumnya, arsitek Majapahitlah yang paling ahli menggunakannya[26]. Candi-candi Majapahit berkualitas baik secara geometris dengan memanfaatkan getah tumbuhan merambat dan gula merah sebagai perekat batu bata. Contoh candi Majapahit yang masih dapat ditemui sekarang adalah Candi Tikus dan Gapura Bajang Ratu di Trowulan, Mojokerto.
".... Raja [Jawa] memiliki bawahan tujuh raja bermahkota. [Dan] pulaunya berpenduduk banyak, merupakan pulau terbaik kedua yang pernah ada.... Raja pulau ini memiliki istana yang luar biasa mengagumkan. Karena sangat besar, tangga dan bagian dalam ruangannya berlapis emas dan perak, bahkan atapnya pun bersepuh emas. Kini Khan Agung dari China beberapa kali berperang melawan raja ini; akan tetapi selalu gagal dan raja ini selalu berhasil mengalahkannya."

— Gambaran Majapahit menurut Mattiussi (Pendeta Odorico da Pordenone).[27]

Catatan yang berasal dari sumber Italia mengenai Jawa pada era Majapahit didapatkan dari catatan perjalanan Mattiussi, seorang pendeta Ordo Fransiskan dalam bukunya: "Perjalanan Pendeta Odorico da Pordenone". Ia mengunjungi beberapa tempat di Nusantara: Sumatera, Jawa, dan Banjarmasin di Kalimantan. Ia dikirim Paus untuk menjalankan misi Katolik di Asia Tengah. Pada 1318 ia berangkat dari Padua, menyeberangi Laut Hitam dan menembus Persia, terus hingga mencapai Kolkata, Madras, dan Srilanka. Lalu menuju kepulauan Nikobar hingga mencapai Sumatera, lalu mengunjungi Jawa dan Banjarmasin. Ia kembali ke Italia melalui jalan darat lewat Vietnam, China, terus mengikuti Jalur Sutra menuju Eropa pada 1330.
Di buku ini ia menyebut kunjungannya di Jawa tanpa menjelaskan lebih rinci nama tempat yang ia kunjungi. Disebutkan raja Jawa menguasai tujuh raja bawahan. Disebutkan juga di pulau ini terdapat banyak cengkeh, kemukus, pala, dan berbagai rempah-rempah lainnya. Ia menyebutkan istana raja Jawa sangat mewah dan mengagumkan, penuh bersepuh emas dan perak. Ia juga menyebutkan raja Mongol beberapa kali berusaha menyerang Jawa, tetapi selalu gagal dan berhasil diusir kembali. Kerajaan Jawa yang disebutkan disini tak lain adalah Majapahit yang dikunjungi pada suatu waktu dalam kurun 1318-1330 pada masa pemerintahan Jayanegara.
[sunting]Ekonomi



Celengan zaman Majapahit, abad 14-15 Masehi Trowulan, Jawa Timur. (Koleksi Museum Gajah, Jakarta)
Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan[15]. Pajak dan denda dibayarkan dalam uang tunai. Ekonomi Jawa telah sebagian mengenal mata uang sejak abad ke-8 pada masa kerajaan Medang yang menggunakan butiran dan keping uang emas dan perak. Sekitar tahun 1300, pada masa pemerintahan raja pertama Majapahit, sebuah perubahan moneter penting terjadi: keping uang dalam negeri diganti dengan uang "kepeng" yaitu keping uang tembaga impor dari China. Pada November 2008 sekitar 10.388 keping koin China kuno seberat sekitar 40 kilogram digali dari halaman belakang seorang penduduk di Sidoarjo. Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur memastikan bahwa koin tersebut berasal dari era Majapahit.[28] Alasan penggunaan uang logam atau koin asing ini tidak disebutkan dalam catatan sejarah, akan tetapi kebanyakan ahli menduga bahwa dengan semakin kompleksnya ekonomi Jawa, maka diperlukan uang pecahan kecil atau uang receh dalam sistem mata uang Majapahit agar dapat digunakan dalam aktivitas ekonomi sehari-hari di pasar Majapahit. Peran ini tidak cocok dan tidak dapat dipenuhi oleh uang emas dan perak yang mahal.[25]
Beberapa gambaran mengenai skala ekonomi dalam negeri Jawa saat itu dikumpulkan dari berbagai data dan prasasti. Prasasti Canggu yang berangka tahun 1358 menyebutkan sebanyak 78 titik perlintasan berupa tempat perahu penyeberangan di dalam negeri (mandala Jawa).[25] Prasasti dari masa Majapahit menyebutkan berbagai macam pekerjaan dan spesialisasi karier, mulai dari pengrajin emas dan perak, hingga penjual minuman, dan jagal atau tukang daging. Meskipun banyak di antara pekerjaan-pekerjaan ini sudah ada sejak zaman sebelumnya, namun proporsi populasi yang mencari pendapatan dan bermata pencarian di luar pertanian semakin meningkat pada era Majapahit.
Menurut catatan Wang Ta-Yuan, pedagang Tiongkok, komoditas ekspor Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua, sedangkan komoditas impornya adalah mutiara, emas, perak, sutra, barang keramik, dan barang dari besi. Mata uangnya dibuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga[29]. Selain itu, catatan Odorico da Pordenone, biarawan Katolik Roma dari Italia yang mengunjungi Jawa pada tahun 1321, menyebutkan bahwa istana raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan permata. [30]
Kemakmuran Majapahit diduga karena dua faktor. Faktor pertama; lembah sungai Brantas dan Bengawan Solo di dataran rendah Jawa Timur utara sangat cocok untuk pertanian padi. Pada masa jayanya Majapahit membangun berbagai infrastruktur irigasi, sebagian dengan dukungan pemerintah. Faktor kedua; pelabuhan-pelabuhan Majapahit di pantai utara Jawa mungkin sekali berperan penting sebagai pelabuhan pangkalan untuk mendapatkan komoditas rempah-rempah Maluku. Pajak yang dikenakan pada komoditas rempah-rempah yang melewati Jawa merupakan sumber pemasukan penting bagi Majapahit.[25]
Nagarakretagama menyebutkan bahwa kemashuran penguasa Wilwatikta telah menarik banyak pedagang asing, di antaranya pedagang dari India, Khmer, Siam, dan China. Pajak khusus dikenakan pada orang asing terutama yang menetap semi-permanen di Jawa dan melakukan pekerjaan selain perdagangan internasional. Majapahit memiliki pejabat sendiri untuk mengurusi pedagang dari India dan Tiongkok yang menetap di ibu kota kerajaan maupun berbagai tempat lain di wilayah Majapahit di Jawa[31].
[sunting]Struktur pemerintahan



Arca dewi Parwati sebagai perwujudan anumerta Tribhuwanottunggadewi, ratu Majapahit ibunda Hayam Wuruk.
Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang teratur pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, dan tampaknya struktur dan birokrasi tersebut tidak banyak berubah selama perkembangan sejarahnya [32]. Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia dan ia memegang otoritas politik tertinggi.
[sunting]Aparat birokrasi
Raja dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi dalam melaksanakan pemerintahan, dengan para putra dan kerabat dekat raja memiliki kedudukan tinggi. Perintah raja biasanya diturunkan kepada pejabat-pejabat di bawahnya, antara lain yaitu:
Rakryan Mahamantri Katrini, biasanya dijabat putra-putra raja
Rakryan Mantri ri Pakira-kiran, dewan menteri yang melaksanakan pemerintahan
Dharmmadhyaksa, para pejabat hukum keagamaan
Dharmma-upapatti, para pejabat keagamaan
Dalam Rakryan Mantri ri Pakira-kiran terdapat seorang pejabat yang terpenting yaitu Rakryan Mapatih atau Patih Hamangkubhumi. Pejabat ini dapat dikatakan sebagai perdana menteri yang bersama-sama raja dapat ikut melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan. Selain itu, terdapat pula semacam dewan pertimbangan kerajaan yang anggotanya para sanak saudara raja, yang disebut Bhattara Saptaprabhu.
[sunting]Pembagian wilayah
Dalam pembentukannya, kerajaan Majapahit merupakan kelanjutan Singhasari[13], terdiri atas beberapa kawasan tertentu di bagian timur dan bagian tengah Jawa. Daerah ini diperintah oleh uparaja yang disebut Paduka Bhattara yang bergelar Bhre. Gelar ini adalah gelar tertinggi bangsawan kerajaan. Biasanya posisi ini hanyalah untuk kerabat dekat raja. Tugas mereka adalah untuk mengelola kerajaan mereka, memungut pajak, dan mengirimkan upeti ke pusat, dan mengelola pertahanan di perbatasan daerah yang mereka pimpin.
Selama masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350 s.d. 1389) ada 12 wilayah di Majapahit, yang dikelola oleh kerabat dekat raja. Hierarki dalam pengklasifikasian wilayah di kerajaan Majapahit dikenal sebagai berikut:
Bhumi: kerajaan, diperintah oleh Raja
Nagara: diperintah oleh rajya (gubernur), atau natha (tuan), atau bhre (pangeran atau bangsawan)
Watek: dikelola oleh wiyasa,
Kuwu: dikelola oleh lurah,
Wanua: dikelola oleh thani,
Kabuyutan: dusun kecil atau tempat sakral.
No Provinsi Gelar Penguasa Hubungan dengan Raja
1 Kahuripan (atau Janggala, sekarang Surabaya) Bhre Kahuripan Tribhuwanatunggadewi ibu suri
2 Daha (bekas ibukota dari Kediri) Bhre Daha Rajadewi Maharajasa bibi sekaligus ibu mertua
3 Tumapel (bekas ibukota dari Singhasari) Bhre Tumapel Kertawardhana ayah
4 Wengker (sekarang Ponorogo) Bhre Wengker Wijayarajasa paman sekaligus ayah mertua
5 Matahun (sekarang Bojonegoro) Bhre Matahun Rajasawardhana suami dari Putri Lasem, sepupu raja
6 Wirabhumi (Blambangan) Bhre Wirabhumi Bhre Wirabhumi1 anak
7 Paguhan Bhre Paguhan Singhawardhana saudara laki-laki ipar
8 Kabalan Bhre Kabalan Kusumawardhani2 anak perempuan
9 Pawanuan Bhre Pawanuan Surawardhani keponakan perempuan
10 Lasem (kota pesisir di Jawa Tengah) Bhre Lasem Rajasaduhita Indudewi sepupu
11 Pajang (sekarang Surakarta) Bhre Pajang Rajasaduhita Iswari saudara perempuan
12 Mataram (sekarang Yogyakarta) Bhre Mataram Wikramawardhana2 keponakan laku-laki
Catatan:
1 Bhre Wirabhumi sebenarnya adalah gelar: Pangeran Wirabhumi (blambangan), nama aslinya tidak diketahui dan sering disebut sebagai Bhre Wirabhumi dari Pararaton. Dia menikah dengan Nagawardhani, keponakan perempuan raja.
2 Kusumawardhani (putri raja) menikah dengan Wikramawardhana (keponakan laki-laki raja), pasangan ini lalu menjadi pewaris tahta.
Sedangkan dalam Prasasti Wingun Pitu (1447 M) disebutkan bahwa pemerintahan Majapahit dibagi menjadi 14 daerah bawahan, yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar Bhre.[33] Daerah-daerah bawahan tersebut yaitu:
Daha
Jagaraga
Kabalan
Kahuripan
Keling
Kelinggapura
Kembang Jenar
Matahun
Pajang
Singhapura
Tanjungpura
Tumapel
Wengker
Wirabumi
Saat Majapahit memasuki era kemaharajaan Thalasokrasi saat pemerintahan Gajah Mada, beberapa negara bagian di luar negeri juga termasuk dalam lingkaran pengaruh Majapahit, sebagai hasilnya, konsep teritorial yang lebih besar pun terbentuk:
Negara Agung, atau Negara Utama, inti kerajaan. Area awal Majapahit atau Majapahit Lama selama masa pembentukannya sebelum memasuki era kemaharajaan. Yang termasuk area ini adalah ibukota kerajaan dan wilayah sekitarnya dimana raja secara efektif menjalankan pemerintahannya. Area ini meliputi setengah bagian timur Jawa, dengan semua provinsinya yang dikelola oleh para Bhre (bangsawan), yang merupakan kerabat dekat raja.
Mancanegara, area yang melingkupi Negara Agung. Area ini secara langsung dipengaruhi oleh budaya Jawa, dan wajib membayar upeti tahunan. Akan tetapi, area-area tersebut biasanya memiliki penguasa atau raja pribumi, yang kemungkinan membentuk aliansi atau menikah dengan keluarga kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit menempatkan birokrat dan pegawainya di tempat-tempat ini dan mengatur kegiatan perdagangan luar negeri mereka dan mengumpulkan pajak, namun mereka menikmati otonomi internal yang cukup penting. Termasuk didalamnya daerah Pulau Jawa lainnya, Madura, Bali, dan juga Dharmasraya, Pagaruyung, Lampung dan Palembang di Sumatra.
Nusantara, adalah area yang tidak merefleksikan kebudayaan Jawa, tetapi termasuk ke dalam koloni dan mereka harus membayar upeti tahunan. Mereka menikmati otonomi yang cukup dan kebebasan internal, dan Majapahit tidak merasa penting untuk menempatkan birokratnya atau tentara militernya di sini; akan tetapi, tantangan apa pun yang terlihat mengancam Majapahit akan menghasilkan reaksi keras. Termasuk dalam area ini adalah kerajaan kecil dan koloni di Maluku, Kepulauan Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya.
Ketiga kategori itu masuk ke dalam lingkaran pengaruh Kerajaan Majapahit. Akan tetapi Majapahit juga mengenal lingkup keempat yang didefinisikan sebagai hubungan diplomatik luar negeri:
Mitreka Satata, yang secara harafiah berarti "mitra dengan tatanan (aturan) yang sama". Hal itu menunjukkan negara independen luar negeri yang dianggap setara oleh Majapahit, bukan sebagai bawahan dalam kekuatan Majapahit. Menurut Negarakertagama pupuh 15, bangsa asing adalah Syangkayodhyapura (Ayutthaya dari Thailand), Dharmmanagari (Kerajaan Nakhon Si Thammarat), Marutma, Rajapura dan Sinhanagari (kerajaan di Myanmar), Kerajaan Champa, Kamboja (Kamboja), dan Yawana (Annam).[34] Mitreka Satata dapat dianggap sebagai aliansi Majapahit, karena kerajaan asing di luar negeri seperti China dan India tidak termasuk dalam kategori ini meskipun Majapahit telah melakukan hubungan luar negeri dengan kedua bangsa ini.
[sunting]Raja-raja Majapahit



Silsilah wangsa Rajasa, keluarga penguasa Singhasari dan Majapahit. Penguasa ditandai dalam gambar ini.[35]
Para penguasa Majapahit adalah penerus dari keluarga kerajaan Singhasari, yang dirintis oleh Sri Ranggah Rajasa, pendiri Wangsa Rajasa pada akhir abad ke-13. Berikut adalah daftar penguasa Majapahit. Perhatikan bahwa terdapat periode kekosongan antara pemerintahan Rajasawardhana (penguasa ke-8) dan Girishawardhana yang mungkin diakibatkan oleh krisis suksesi yang memecahkan keluarga kerajaan Majapahit menjadi dua kelompok[8].
Nama Raja Gelar Tahun
Raden Wijaya Kertarajasa Jayawardhana 1293 - 1309
Kalagamet Sri Jayanagara 1309 - 1328
Sri Gitarja Tribhuwana Wijayatunggadewi 1328 - 1350
Hayam Wuruk Sri Rajasanagara 1350 - 1389
Wikramawardhana 1389 - 1429
Suhita 1429 - 1447
Kertawijaya Brawijaya I 1447 - 1451
Rajasawardhana Brawijaya II 1451 - 1453
Purwawisesa atau Girishawardhana Brawijaya III 1456 - 1466
Bhre Pandansalas, atau Suraprabhawa Brawijaya IV 1466 - 1468
Bhre Kertabumi Brawijaya V 1468 - 1478
Girindrawardhana Brawijaya VI 1478 - 1498
Hudhara Brawijaya VII 1498-1518[36]
[sunting]Warisan sejarah



Arca pertapa Hindu dari masa Majapahit akhir. Koleksi Museum für Indische Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman.
Majapahit telah menjadi sumber inspirasi kejayaan masa lalu bagi bangsa-bangsa Nusantara pada abad-abad berikutnya.
[sunting]Legitimasi politik
Kesultanan-kesultanan Islam Demak, Pajang, dan Mataram berusaha mendapatkan legitimasi atas kekuasaan mereka melalui hubungan ke Majapahit. Demak menyatakan legitimasi keturunannya melalui Kertabhumi; pendirinya, Raden Patah, menurut babad-babad keraton Demak dinyatakan sebagai anak Kertabhumi dan seorang Putri Cina, yang dikirim ke luar istana sebelum ia melahirkan. Penaklukan Mataram atas Wirasaba tahun 1615 yang dipimpin langsung oleh Sultan Agung sendiri memiliki arti penting karena merupakan lokasi ibukota Majapahit. Keraton-keraton Jawa Tengah memiliki tradisi dan silsilah yang berusaha membuktikan hubungan para rajanya dengan keluarga kerajaan Majapahit — sering kali dalam bentuk makam leluhur, yang di Jawa merupakan bukti penting — dan legitimasi dianggap meningkat melalui hubungan tersebut. Bali secara khusus mendapat pengaruh besar dari Majapahit, dan masyarakat Bali menganggap diri mereka penerus sejati kebudayaan Majapahit.[26]
Para penggerak nasionalisme Indonesia modern, termasuk mereka yang terlibat Gerakan Kebangkitan Nasional di awal abad ke-20, telah merujuk pada Majapahit, disamping Sriwijaya, sebagai contoh gemilang masa lalu Indonesia. Majapahit kadang dijadikan acuan batas politik negara Republik Indonesia saat ini.[15] Dalam propaganda yang dijalankan tahun 1920-an, Partai Komunis Indonesia menyampaikan visinya tentang masyarakat tanpa kelas sebagai penjelmaan kembali dari Majapahit yang diromantiskan.[37]Sukarno juga mengangkat Majapahit untuk kepentingan persatuan bangsa, sedangkan Orde Baru menggunakannya untuk kepentingan perluasan dan konsolidasi kekuasaan negara.[38] Sebagaimana Majapahit, negara Indonesia modern meliputi wilayah yang luas dan secara politik berpusat di pulau Jawa.
Beberapa simbol dan atribut kenegaraan Indonesia berasal dari elemen-elemen Majapahit. Bendera kebangsaan Indonesia "Sang Merah Putih" atau kadang disebut "Dwiwarna" ("dua warna"), berasal dari warna Panji Kerajaan Majapahit. Demikian pula bendera armada kapal perang TNI Angkatan Laut berupa garis-garis merah dan putih juga berasal dari warna Majapahit. Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka Tunggal Ika", dikutip dari "Kakawin Sutasoma" yang ditulis oleh Mpu Tantular, seorang pujangga Majapahit.
[sunting]Arsitektur


Sepasang patung penjaga gerbang abad ke-14 dari kuil Majapahit di Jawa Timur (Museum of Asian Art, San Francisco)
Majapahit memiliki pengaruh yang nyata dan berkelanjutan dalam bidang arsitektur di Indonesia. Penggambaran bentuk paviliun (pendopo) berbagai bangunan di ibukota Majapahit dalam kitab Negarakretagama telah menjadi inspirasi bagi arsitektur berbagai bangunan keraton di Jawa serta Pura dan kompleks perumahan masyarakat di Bali masa kini.
[sunting]Persenjataan
Pada zaman Majapahit terjadi perkembangan, pelestarian, dan penyebaran teknik pembuatan keris berikut fungsi sosial dan ritualnya. Teknik pembuatan keris mengalami penghalusan dan pemilihan bahan menjadi semakin selektif. Keris pra-Majapahit dikenal berat namun semenjak masa ini dan seterusnya, bilah keris yang ringan tetapi kuat menjadi petunjuk kualitas sebuah keris. Penggunaan keris sebagai tanda kebesaran kalangan aristokrat juga berkembang pada masa ini dan meluas ke berbagai penjuru Nusantara, terutama di bagian barat.
Selain keris, berkembang pula teknik pembuatan dan penggunaan tombak.
[sunting]Kesenian modern

Kebesaran kerajaan ini dan berbagai intrik politik yang terjadi pada masa itu menjadi sumber inspirasi tidak henti-hentinya bagi para seniman masa selanjutnya untuk menuangkan kreasinya, terutama di Indonesia. Berikut adalah daftar beberapa karya seni yang berkaitan dengan masa tersebut.
[sunting]Puisi lama
Serat Darmagandhul, sebuah kitab yang tidak jelas penulisnya karena menggunakan nama pena Ki Kalamwadi, namun diperkirakan dari masa Kasunanan Surakarta. Kitab ini berkisah tentang hal-hal yang berkaitan dengan perubahan keyakinan orang Majapahit dari agama sinkretis "Buda" ke Islam dan sejumlah ibadah yang perlu dilakukan sebagai umat Islam.
[sunting]Komik dan strip komik
Serial "Mahesa Rani" karya Teguh Santosa yang dimuat di Majalah Hai, mengambil latar belakang pada masa keruntuhan Singhasari hingga awal-awal karier Mada (Gajah Mada), adik seperguruan Lubdhaka, seorang rekan Mahesa Rani.
Komik/Cerita bergambar Imperium Majapahit, karya Jan Mintaraga.
Komik Majapahit karya R.A. Kosasih
Strip komik "Panji Koming" karya Dwi Koendoro yang dimuat di surat kabar "Kompas" edisi Minggu, menceritakan kisah sehari-hari seorang warga Majapahit bernama Panji Koming.
Komik "Dharmaputra Winehsuka", karya Alex Irzaqi, kisah Ra Kuti dan Ra Semi dalam latar peristiwa pemerontakan Nambi 1316 M.
[sunting]Roman/novel sejarah
Sandyakalaning Majapahit (1933), roman sejarah dengan setting masa keruntuhan Majapahit, karya Sanusi Pane.
Kemelut Di Majapahit, roman sejarah dengan setting masa kejayaan Majapahit, karya Asmaraman S. Kho Ping Hoo.
Zaman Gemilang (1938/1950/2000), roman sejarah yang menceritakan akhir masa Singasari, masa Majapahit, dan berakhir pada intrik seputar terbunuhnya Jayanegara, karya Matu Mona/Hasbullah Parinduri.
Senopati Pamungkas (1986/2003), cerita silat dengan setting runtuhnya Singhasari dan awal berdirinya Majapahit hingga pemerintahan Jayanagara, karya Arswendo Atmowiloto.
Dyah Pitaloka - Senja di Langit Majapahit (2005), roman karya Hermawan Aksan tentang Dyah Pitaloka Citraresmi, putri dari Kerajaan Sunda yang gugur dalam Peristiwa Bubat.
Gajah Mada (2005), sebuah roman sejarah berseri yang mengisahkan kehidupan Gajah Mada dengan ambisinya menguasai Nusantara, karya Langit Kresna Hariadi.
[sunting]Film/Sinetron
Tutur Tinular, suatu adaptasi film karya S. Tidjab dari serial sandiwara radio. Kisah ini berlatar belakang Singhasari pada pemerintahan Kertanegara hingga Majapahit pada pemerintahan Jayanagara.
Saur Sepuh, suatu adaptasi film karya Niki Kosasih dari serial sandiwara radio yang populer pada awal 1990-an. Film ini sebetulnya lebih berfokus pada sejarah Pajajaran namun berkait dengan Majapahit pula.
Walisongo, sinetron Ramadhan tahun 2003 yang berlatar Majapahit di masa Brawijaya V hingga Kesultanan Demak di zaman Sultan Trenggana.
Puteri Gunung Ledang, sebuah film Malaysia tahun 2004, mengangkat cerita berdasarkan legenda Melayu terkenal, Puteri Gunung Ledang. Film ini menceritakan kisah percintaan Gusti Putri Retno Dumilah, seorang putri Majapahit, dengan Hang Tuah, seorang perwira Kesultanan Malaka.
[sunting]Referensi

^ D.G.E. Hall (1956). "Problems of Indonesian Historiography". Pacific Affairs 38 (3/4): 353—359.
^ a b c d Ricklefs (1991), halaman 19
^ Prapantja, Rakawi, trans. by Theodore Gauthier Pigeaud, Java in the 14th Century, A Study in Cultural History: The Negara-Kertagama by Pakawi Parakanca of Majapahit, 1365 AD (The Hague, Martinus Nijhoff, 1962), vol. 4, p. 29. 34; G.J. Resink, Indonesia’s History Between the Myths: Essays in Legal History and Historical Theory (The Hague: W. van Hoeve, 1968), hal. 21.
^ Taylor, Jean Gelman (10 Mei 2003). Indonesia: Peoples and Histories. New Haven and London: Yale University Press. hlm. pp.29. ISBN 0-300-10518-5.
^ a b c Ricklefs (1991), page 18
^ Terjemahan Lengkap Naskah Kakawin Nagarakretagama, dari blog World History Note, historynote.wordpress.com
^ Johns, A.H. (1964). "The Role of Structural Organisation and Myth in Javanese Historiography". The Journal of Asian Studies 24 (1): 91–99.
^ a b c d M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Edisi ke-3. Diterjemahkan oleh S. Wahono dkk. Jakarta: Serambi, 2005, hal. 55.
^ C. C. Berg. Het rijk van de vijfvoudige Buddha (Verhandelingen der Koninklijke Nederlandse Akademie van Wetenschappen, Afd. Letterkunde, vol. 69, no. 1) Ansterdam: N.V. Noord-Hollandsche Uitgevers Maatschappij, 1962; cited in M.C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia Since c. 1300, 2nd ed. Stanford: Stanford University Press, 1993, pages 18 and 311
^ a b Setiono, Benny. "Kehancuran dan Kebangkitan Martabat/ Jati Diri Etnis Tionghoa Di Indonesia (bagian 1)". Diakses pada 16 Juni 2011.
^ David Bor - Khubilai khan and Beautiful princesses of Tumapel 2006
^ Groeneveldt, W.P. Historical Notes on Indonesia and Malaya: Compiled from Chinese Sources. Djakarta: Bhratara, 1960.
^ a b c Slamet Muljana. Menuju Puncak Kemegahan (LKIS, 2005)
^ Poesponegoro, M.D., Notosusanto, N. (editor utama). Sejarah Nasional Indonesia. Edisi ke-4. Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka, 1990, hal. 436.
^ a b c d Ricklefs (1991), halaman 56
^ Munoz, Paul Michel (2006). Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula. Singapore: Editions Didier Millet. hlm. 279. ISBN 9814155675.
^ Drs. R. Soekmono, (1973, 5th reprint edition in 1988). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2, 2nd ed.. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. hlm. 72.
^ Y. Achadiati S, Soeroso M.P., (1988). Sejarah Peradaban Manusia: Zaman Majapahit.. Jakarta: PT Gita Karya. hlm. 13.
^ Millet, Didier (1 Agustus 2003). John Miksic. ed. Indonesian Heritage Series: Ancient History. Singapore 169641: Archipelago Press. hlm. 106. ISBN 981-3018-26-7.
^ Ricklefs (2005), hal. 57.
^ Ricklefs, 37 and 100
^ a b c Poesponegoro & Notosusanto (1990), hal. 448-451.
^ Ricklefs, 36-37
^ Robert W. Hefner (1983). "Ritual and Cultural Reproduction in Non-Islamic Java". American Ethnologist 10 (1983): 665--683. doi:10.1525/ae.1983.10.4.02a00030. Diakses pada 23 Oktober 2008.
^ a b c d Millet, Didier (1 Agustus 2003). John Miksic. ed. Indonesian Heritage Series: Ancient History. Singapore 169641: Archipelago Press. hlm. 107. ISBN 981-3018-26-7.
^ a b Schoppert, P., Damais, S. (10 Mei 1997). Di dalam Didier Millet (editor):. ed. Java Style. Paris: Periplus Editions. hlm. 33–34. ISBN 962-593-232-1.
^ "Ritual Networks and Royal Power in Majapahit Java, page:100". Persee. 10 Mei 1996. Diakses pada 14 Juli 2010.
^ "Uang Kuno Temuan Rohimin Peninggalan Majapahit". 1 November 2008.
^ Poesponegoro & Notosusanto (1990), hal. 434-435.
^ Poesponegoro & Notosusanto (1990), hal. 431-432.
^ Poesponegoro & Notosusanto (1990), hal. 220.
^ Poesponegoro & Notosusanto (1990), hal. 451-456.
^ Nastiti, Titi Surti. Prasasti Majapahit, dalam situs www.Majapahit-Kingdom.com dari Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala. Jumat, 22 Juni 2007.
^ MAJAPAHIT : KERAJAAN AGRARIS - MARITIM DI NUSANTARA page 8
^ Bullough, Nigel (10 Mei 1995). Historic East Java: Remains in Stone. Jakarta: ADLine Communications. hlm. 116–117.
^ Februana, Ngarto (2007). "Sepak Terjang Para Pendekar". Tempo. Diakses pada 16 Juni 2011.
^ Ricklefs, hal. 363
^ Friend, Theodore. Indonesian Destinies. Cambridge, Massachusetts and London: Belknap Press, Harvard University Press. hlm. p.19. ISBN 0-674-01137-6.
[sunting]

Kamis, 12 Mei 2011

MBS apa YA????


KATA PENGANTAR


Puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan kemudahan disetiap hamba yang meminta pertolongannya. Ada kemauan pasti ada jalan. Memaksa diri untuk berlatih membiasakan sesuatu yang baru adalah hal yang berat akan tetapi bukan berarti tidak bisa. Belajar tidak mengenal batasan usia. Jika masih bernafas maka masih ada kesempatan untuk belajar.

Pendidikan adalah hal yang mendasar bagi setiap individu. Suatu negara akan terangkat wibawanya dimata negara lain jika hasil prestasinya dapat dirasakan tidak hanya di negaranya sendiri tetapi juga bermanfaat di negara lain. Pemerintah mempunyai tantangan untuk memeratakan pendidikan di Indonesia. Salah satu upayanya adalah memberi kebebasan kepada daerahnya untuk mengolah sendiri lahan pendidikan mereka sesuai dengan keadaan yang ada di masing-masing wilayahnya. Peran serta pemerintah pusat sudah dibatasi. Pilihan ini diharapkan mampu memberikan kontribusi positif terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia.

Manajemen yang memberikan keleluasaan dan keterbukaan di masing masing sekolah merupakan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah. Manajemen ini telah diterapkan di berbagai negara dan atas keberhasilan mereka dalam mengolah MBS di negaranya, maka Indonesiapun melirik manajemen yang sering kita sebut dengan kata MBS atau SBM (School Based Management).



Penulis,




BAB I

LATAR BELAKANG

Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang mana selama ini masih dirasa masih kurang, diantaranya dengan membuat program progaram antara lain “aku anak sekolah” dan dana bantuan operasional. Program tersebut diharapkan mampu menjunjung kualitas maupun kuantitas pendidikan di Indonesia, akantetapi karena pengelolaannya masih terpusat dan kaku, program tersebut tidak dapat memberikan dampak positif. Dugaannya adalah masalah manajemen yang belum sesuai.

Hingga munculah suatu pemikiran atau gagasan baru dalam pengelolaan pendidikan yang memberi kebijakan kepada masing masing sekolah untuk mengatur dan melaksanakan berbagai kebijakan dari pemerintah. Pemikiran inilah yang disebut dengan manajemen berbasis sekolah.

BPPN dan Bank Dunia (1999) dalam Mulyasa, memberi pengertian bahwa MBS merupakan bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi di bidang pendidikan, yang ditandai oleh otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat, dan dalam kerangka kebijakan nasional.

Sedangkan Depdikbud dalam Mulyasa (2002), mengemukakan MBS adalah suatu penawaran bagi sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan lebih memadai bagi para peserta didik.

Mulyasa (2002) mengemukakan Manajemen Berbasis Sekolah adalah pradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam rangka kebijakan pendidikan nasional.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah kebijakan pemerintah yang diberikan masing-masing sekolah untuk mengelola dan mengoptimalkan pendidikan di daerahnya sesuai dengan karakteristik di daerahnya masing-masing dan keikutsertaan masyarakat dalam mewujudkan tujuan pendidikan.


ALASAN MBS

Manajemen Berbasis Sekolah mempunyai alasan-alasan yang menerapkan MBS di sekolah-sekolah;antara lain:

Departemen Pendidikan Nasional (2007: 3) merincikan alasan MBS sebagai berikut:

1. Dengan pemberian otonomi yang lebih besar kepada daerah maka sekolah akan lebih inisiatif dan kreatif dalam meningkatkan mutu sekolah

2. Dengan pemberian fleksibilitas keluwesan yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumberdayanya, maka sekolah akan lebih luwes dan lincah dala mengadakan dan memanfaatkan sumberdaya sekolah secara optimal untuk menigkatkan mutu sekolah.

3. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya.

4. Sekolah lebih mengetahui kebutuhannya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan

5. Pengembilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah

6. Penggunaan sumberdaya pendidikan lebbih efisien dan efektif

7. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan

8. Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orangtua peserta didik dan masyarakat pada umumnya

9. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah yang lain dalam peningkatan mutu pendidikan melalui upaya yang inovatif

10. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkunyannya yang berubah dengan cepat.

Sedangkan Nukolis (2006: 21) memberikan alasan MBS sebagai berikut:

Pertama, sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya, sehingga sekolah dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya. Kedua, sekolah lebih mengetahuikebutuhannya. Ketiga, keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan dapat menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.

MenurutMulyasa (2009) alasan MBS antara lain:

ü Pemerintah mempunyai konsisten untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikan

ü Kegagalan program-program peningkatan kualitas pendidikan sebelumnya (JPS/Aku Anak Sekolah) karena manajemen yang terlalu kaku dan sentralistik

ü Muncul pemikiran ke arah pengelolaan pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan melaksanakan berbagai kebijakan secara luas.

Data lain didapat dari internet yang menjabarkan alasan penerapan MBS di sekolah antara lain:

1. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya, sehingga dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya.

2. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input dan output pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.

3. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih tepat untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling mengetahui apa yang terbaik bagi sekolahnya.

4. Penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif bila masyarakat setempat juga ikut mengontrol

5. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan sekolah, menciptakan transparansi dan demokrasi yang kuat Sekolah bertanggung jawab tentang mutu pendidikan sekolah masing-masing kepada pemerintah, orang tua, dan masyarakat

7. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya inovatif dengan dukungan orang tua, masyarakat, dan pemerintah

8. Sekolah dapat secara tepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat.

Berdasarkan alasan yang dijabarkan di atas dapat diambil alasan MBS menurut penulis antara lain:

1. Lingkungan yang paling dekat dengan siswa adalah lingkungan sekolah. Sehingga stakeholders dapat menyesuaikan program berdasarkan kebutuhan

2. Adanya keterbukaan sehingga masyarakat mengetahui dengan jelas karena masyarakat ikut berperan dalam peningkatan mutu pendidikan

3. Semangat untuk bersaing tinggi dengan sekolah lain dari daerah sendiri sampai nasional.

4. Aspirasi masyarakat cepat tersampaikan.





LANDASAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH


Landasan Yuridis (Departemen Pendidikan Nasional, 2007)

UU No 20 Tahun 2003 tentang sistempendidikan nasional, pasal 51 ayat 1 pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikanmen mengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/ madrasah;
UU no 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional tahun 2000-2004 padabab VII tentang bagian program pembangunan bidang pendidikan khususnya sasaran terwujudnya manajemen pendidikan yang berbasis pada sekolah dan masyarakat;
Keputusan Mendiknas nomor 044 tahun 2002 tentang pembentukan dewan pendidikan dankomit esekolah;
Kepmendiknas nomor 087 tahun 2004 tentang standar akreditasi sekolah, khususnya tentang manajemen berbasis sekolah; dan
Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan, khususnya standar pengelolaan sekolah yaitu manajemen berbasis sekolah

Landasan filosofis menurut Nurkolis (2006)

Landasanfilosofis MBS adalah cara hidup masyarakat. Maksudnya jika ingin reformasi pendidikan itu sukses maka reformasi tersebut harus berakar pada cara dan kebiasaan hidup warganya. Seandainya reformasi itu peduli terhadap cara dan kebiasaan warganya maka reformasi tersebut akan mendapat dukungan dari segenap lapisan masyarakat.

Landasan tersebut yang menjadi acuan dalam proses pelaksanaan manajemen berbasis sekolah (MBS). Dengan adanya landasan-landasan tersebut maka sekolah lebih terfokuskan.

Konsep Pengembangan Managemen Masa Depan


1. Manajemen Sekolah

Manajemen dapat diartikan sebagai administrasi, dan pengelolaan. Di berbagai lieteratur dalam fungsi pokoknya acap kali keduanya (manajemen dan administrasi) mempunyai fungsi yang sama. Gaffar dalam Mulyasa (2002) menyatakan bahwa manajemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang sistematik, sistemik, dan komperhensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Mulyasa (2002) memberi penjelasan mengenai istilah manajemen yang menurutnya mempunyai arti yang sama dengan pengelolaan. Jika tidak ada manajemen maka tidak mungkin tujuan pendidikan dapat diwujudkan secara optimal, efektif dan efisien.

Dengan gagasan yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan tidak akan terwujud secara optimal, maka tumbuh kesadaran akan pentingnya manajemen berbasis sekolah yang memberikan kewenangan penuh kepada sekolah untuk mengatur segala hal yang berguna dalam pembelajaran dan sesuai dengan tujuan sekolah maupun tujuan pendidikan.

Manajemen atau pengelolaan mempunyai fungsi pokok antara lain:

1. Perencanaan

Poses yang sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang.

2. Pelaksanaan

Kegiatan untuk merealisasikan rencana menjadi tindakan nyata dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien.

3. Pengawasan

Upaya untuk mengamati secar sistematis dan berkesinambungan.

4. Pembiayaan

Rangkaian upaya pengendalian secara profesional semua unsur organisasi agar berfungsi sebagaimana mestinya.

Dengan adanya manajemen sekolah diharapkan memberikan kontibusi positif terhadap peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Didalam manajemen sekolah dikenal istilah sentralisasi dan desentralisasi.

Sentralisasi berarti terpusat artinya pendidikan diatur secara ketat oleh pemerintah. Sedangkan desentralisasi berarti daerah artinya wewenang peraturan diberikan kepada pemerintah daerah setempat.

Tilaar (1991: 22) dalam Mulyasa (2002) mengemukakan bahwa pendekatan sentralistik mempunyai posisi yang sangat strategis dalam mengembangkan kehidupan serta kohesi nasional karena peserta didiknya adalah kelompok ummur yang pedagogik sangat peka terhadap pembentukan kepribadian.

Mulyasa (2002) mengemukakan desentralisasi sebagai pelimpahan kekuasaan oleh pusat kepada aparat pengelola pendidikan yang ada di daerah baik di tingkat provinsi maupun lokal, sebagai perpanjangan aparat pusat untuk meningkatkan efesiensi kerja dalam pengelolaan pendidikan di daerah.

Jadi pemerintah pusat memberi kepercayaan kepada pemerintah daerah untuk mengelola pendidikan sesuai dengan potensi yang ada di daerahnya agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan efektif dan efisien. Akan tetapi pemerintah pusat tidak lepas tangan begitu saja namun masih ikut serta dalam penyusunan kurikulum pendidikan nasional dan menetapkan anggaran agar terjadi pemerataan standar pendidikan di seluruh tanah air.


2. MBS dan Konsep Desentralisasi

Berdasar kajian pengalaman MBS yang dipraktekan di beberapa negara, didapat ciri desentralisasi yang diberikan oleh penguasa pusat kepada tingkat sekolah dalam bentuk pemberian wewenang untuk mengambil keputusan.

Kewenangan tersebut untuk hal hal tertentu seperti menentukan anggaran sekolah, mengangkat dan memberhentikan karyawan, kesempatan yang lebih besar kepada kepala sekolah, guru, dan masyarakat dalam pengelolaan secara mandiri.

Jadi, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional..

MBS akan efektif diterapkan jika para pengelola pendidikan mampumelibatkan stakeholders terutama peningkatan peranserta masyarakat dalam menentukan kewenangan pengadministrasian, dan inovasi kurikulum yang dilakukan oleh masing-masing sekolah. Inovasi kurikulum lebih menekankan kepada peningkatan kualita dan keadilan, pemerataan, bagi semua peserta didik yang didasarkan atas kebutuhan peserta didik dan masyarakat lingkungannya.


Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2007) Pola Baru Manajemen Pendidikan Masa Depan yaitu sekolah memiliki wewenang lebih besar dalam pengelolaan lembaganya, pengambilan keputusan dilakukan secara partisipasif danpartisipasi masyarakat semakin besar, sekolah lebih luwes dalam mengelola lembaganya, pendekatan profesionalisme lebih diutamakan daripada pendekatan birokrasi pengelolaan sekolah lebih desentralistik, perubahan didorong dari motivasi diri sekolah, lebih mengutamakan teamwork, lebih mengutamakan pemberdayaan dan struktur organisasi lebih datar.

Jadi, konsep pengembangan manajemen masa depan menginginkan perubahan yang diharapkan mampu memberikan kontribusi positif guna perbaikan manajemen sebelumnya yang dirasa belum membuahkan hasil yang memuaskan. Salah satu upayanya adalah pembentukan MBS yang memberikan keleluasaan dari masing masing sekolah untuk mengembangkan potensinya secara optimal.



Model MBS


Menurut Nurkolos (2006) yang disajikan dalam tabel.

No

Nama Negara

Penekanannya

1

Hongkong

Inisiatif sekolah

2

Kanada

Pengambilan keputusan pada tingkat sekolah

3

Amerika Serikat

Pengelolaan sekolah di tingkat sekolah

4

Inggris

Pengelolaan dana pada tingkat sekolah

5

Australia

kewenangansekolahdalamhalkurikulum

6

Perancis

partisipasiygbesarpadabadanpengelolasekolah

7

Nikaragua

sekolahotonom

8

SelandiaBaru

anggaran yang berbasis di sekolah

9

El Salvador

melibatkan orang tuasiswadanmasyarakat

10

Madagaskar

denganmelibatkanmasyarakat

11

Indonesia

mutuygdikenaldengan MPMBS.


Selain itu terdapat model-model MBS di berbagai negara yang didapat dari internet antara lain sebagai berikut:

1. Model MBS di Hongkong

Di Hongkong MBS disebut The School Management Initiative (SMI) atau manajemen sekolah inisiatif. Problem pendidikan di Hongkong yang mendorong munculnya MBS adalah struktur dan proses manajemen yang tidak memadai, peran dan tanggungjawab masing-masing pihak kurang dijabarkan secara jelas dan inisiatif datang dari atas. Model MBS Hongkong menekankan pentingnya inisiatif dari sumber daya di sekolah sebagai pengganti inisiatif dari atas yang selama itu diterapkan. Inisiatif yang diberikan kepada sekolah harus dibarengi dengan diterapkannya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pendidikan. Transparansi di sini juga menuntut kejelasan tugas dan tanggungjawab masing-masing pihak yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan di sekolah. Transparansi dan akuntabilitas tidak hanya dituntut dalam penggunaan anggaran belanja sekolah, tetapi juga dalam hal penentuan hasil belajar siswa serta pengukuran hasilnya.

2. Model MBS di Kanada

Sebelum diterapkannya MBS di Kanada, kondisi awalnya adalah semua kebijakanditentukan dari pusat. Model MBS di Kanada disebut School – Site Decision Making (SSDM) atau pengambilan keputusan diserahkan pada tingkat sekolah. MBS di Kanada sudah dimulai sejak tahun 1970. Desentralisasi yang diberikan kepada sekolah adalah alokasi sumber daya bagi staf pengajar dan administrasi, peralatan dan pelayanan. Menurut Sumgkowo (2002)16, ciri-ciri MBS di Kanada sebagai berikut: penentuan alokasi sumber daya ditentukanoleh sekolah, alokasi anggaran pendidikan dimasukkan kedalam anggaran sekolah, adanya program efektivitas guru dan adanya

program pengembangan profesionalisme tenaga kerja. Setiap tahun survey pendapat dilakukan oleh para siswa, guru, kepala sekolah, staf kantor wilayah dan orang tua yang memungkinkan mereka merangking tingkat kepuasan mereka tentang pengelolaan dab hasil pendidikan (Caldwell dan Spinks (1992) dalam Ibtisam Abu Duhou (2002).

3. Model MBS di Amerika Serikat

Sistem pendidikan di AS, mula-mula secara konstitusional pemerintah pusat (state) bertanggunjawab terhadap pelaksanaan pendidikan. MBS di AS disebut Side-Based Management(SBM) yang menekankan partisipasi dari berbagai pihak. Menurut Wirt (1991) yang dikutip oleh Ibtisam Abu Duhou, model MBS di Amerika Serikat walaupun ada perbedaan di Negara-negara federal, ada dua ciri utama reformasi pendidikan di Amerika Serikat sebagai implementasi dari MBS, yakni :

a. Desentralisasi administratif : kantor pusat otoritas pendidikan menunjuk tugas-tugas tertentu yang dilaksanakan oleh kepala sekolah dan guru di lingkungan sekolah. Kantor pusat menyerahkan kewenangan ke bawah, tetapi sekolah local masih bertanggungjawab keatas.

b. Manajemen berbasis setempat (lokal), suatu struktur yang memberi wewenang kepada paraorang tua, guru dan kepala sekolah di masing-masing sekolah untuk menentukan prioritas, mengalokasikan anggaran, menentukan kurikulum, serta menggaji dan memberhentikan staf.

4. Model MBS di Inggris

Model MBS di Inggris disebut Grant Mainted School (GMS) atau manajemen dana swakelola pada tingkat local. Ada enam perubahan structural guna memfasilitasi pelaksanaan MBS di Inggris, yakni: 1) kurikulum nasional untuk mata pelajaran inti yang ditentukan oleh pemerintah (Whitehall); 2) ada ujian nasional bagi siswa kelas 7, 11, 14 dan 16; 3) MBS dibentuk untuk mengembangkan otoritas pendidikan local agar dapat memperoleh bantuan dana dari pemerintah; 4) adanya pembentukan sekolah lanjutan teknik kejuruan; 5) kewenangan Inner LondonEducation dilimpahkan kepada tiga belas otoritas pemerintah; 6) skema manajemen sekolah local dibentuk dengan melibatkan beberapa pihak terkait, seperti: a) peran serta secara terbuka padamasing-masing sekolah dalam otoritas pendidikan local, b) alokasi sumber daya dirumuskan oleh masing masing sekolah, c) ditentukan prioritas oleh masing-masing sekolah dalam membiayai kegiatnnya, d) memberdayakan badan pengelola pada masing-masing sekolah dalam menentukan dana untuk guru dan staf, dan e) memberikan informasi kepada orangtua mengenai prestasi guru.Di Inggris penerapan MBS dilindungi dan dikondisikan dengan adanya komitmen politik serta undangundang pendidikan yang mengatur penetapan kurikulum, pelaksanaan ujian nasional, dan pengelolaan pendidikan yang melibatkan berbagai unsur masyarakat luas.


4. Model MBS di Indonesia

Model MBS di Indonesia disebut Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). MPMBS dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, fleksibilitas kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. 26MPMBS merupakan bagian dari manajemen berbasis sekolah (MBS).

Otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Sedangkan pengambilan keputusan partisipatif adalah cara untuk mengambil keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik dimana warga sekolah di dorong untuk terlibat secara langsung dalam proses pengambilan keputusan yang dapat berkontribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah. Sehingga diharapkan sekolah akan menjadi mandiri dengan ciri-ciri sebagai berikut: tingkat kemandirian tinggi, adaptif, antisipatif, dan proaktif, memiliki kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan sumber dayanya, memiliki kontrol yang kuat terhadap kondisi kerja, komitmen yang tinggi pada dirinya dan prestasi merupakan acuan bagi penilaiannya.









Model MBS yang Ideal

Dalam Departemen Pendidikan Nasional (2007) menjabarkan skema MBS yang ideal sebagai berikut


Kualitas dan Informasi

Konteks

Input

Proses

Output

Outcome

Produktifitas

Efisiensi Internal

Efisiensi Inetrnal

Efektifitas














Dengan adanya pembanding model-model yang dilaksanakan di negara negara lain maka indonesia dapat mengutip sebagian yang sesuai dengan pedoman pendidikan serta mempunyai cita-cita terwujudnya pendidikan nasional yang lebih optimal





KARAKTER MBS


Karakteristik bisa diketahui dari bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses belajar mengajar, pengelolaan sumber daya manusia dan pengelolaan administrasi. (Mulyasa,2002)

Nurkolis (2006) MBS memiliki karakteristik yang bertolak belakang dengan karakteristik MKE, yaitu dalam hal misi sekolah hakikat aktifitas sekolah, strategi-strategi manajemen, penggunaan sumber-suber daya, peran warga sekolah, hubungan interpersonal, kualitas para administrator dan indikator-indikator evektifitas.

Departemen Pendidikan Nasional (2007) karekteristik MBS memuat secara inklusif elemen-elemen sekolah secara efektif, yang dikatagorikan menjadi input, proses dan output.

Menurut Umaedi dalam Suryosubroto (2010: 197-198) karakter MBS antara lain:

a.) Lingkungan sekolah yang aman dan tertib

b.) Sekolah memiliki visi dan target yang ingin dicapai

c.) Sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat

d.) Adanya harapan yang tinggi dari personel sekolah

e.) Adanya pengembangan staf sesuai kemajuan iptek

f.) Adanya evaluasi yang terus menerus guna perbaikan mutupendidikan

g.) Adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua murid dan masyarakat.

Jadi, MBS adalah kumpulan dari elemen-elemen manajemen pendidikan yang saling mempengaruhi dan melengkapi. Keberhasilan sekolah juga dari adanya keterlibatan elemen-elemen lain yang melilitnya. Pengoptimalan kinerja organisasi sekolah diharapkan mampu mewujudkan visi dan misi sekolah yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

MUTU PENDIDIKAN

Dalam pandangan Umaedi (2004) mutu dapat diartikan sebagai derajat keunggulan suatu barang dan jasa dibandingkan dengan yang lain. Mutu dalam pendidikan dapat dilihat dari segi relevansinya dengan keeebutuhan masyarakat, cepat tidaknya lulusan memperoleh pekerjaan yang bergaji besar serta kemampuan seseorang di dalam mengatasi berbagai persoalan hidup.

Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses,dan output pendidikan. (Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah ,2002:7) Input pendidikan mengandung arti segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Input pendidikan terdiri dari:

1. sumber daya, yang meliputi sumber daya manusia (kepala sekolah, guru, karyawan dan siswa) dan sumber daya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan dsb).

2. perangkat lunak yang meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan,deskripsi tugas, rencana, program dsb

3. harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah


Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Dalam pendidikan yang berskala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajarmengajar, dan proses monitoring dan evaluasi. Proses belajar mengajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan lainnya. Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian, penyerasian serta pemaduan input sekolah dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning),mampu mendorong motivasi danminat belajar dan benar-benar mampu memberdayakan pesertadidik.

Dalam pelaksanaan MBS, kurikulum sekolah harus taat terhadap pasal mengenai kurikulum beserta pedoman pelaksanaannya. Diantara pedoman-pedoman pelaksanaannya antara lain : penilaian, akreditasi sekolah, dana pendidikan, tenaga kependidikan dan lain sebagainya.

Output pendidikan merupakan kinerja sekolah.Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efisiensinya, inovasinya, efektivitasnya, produktivitasnya, kualitas kehidupan kerjanya dan moral kerjanya. Di bawah ini indikator-indikator output sekolah yang berkualitas

1. Jika prestasi belajar siswa menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam akademik, seperti nilai ulangan umum, EBTA, Ujian Akhir Nasional, karya ilmiah, lomba akademik dan lain-lain

2. Jika sekolah memiliki prestasi yang tinggi dalam hal-hal yang berkaiatan dengan nonakademik, seperti IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olah raga, kesenian, keterampilan, kejuruan dan ekstra kurikuler lainnya

Kerangka sistem pendidikan nasional ada pedoman yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, ada yang dikeluarkan oleh pemerintah propinsi, dan ada yang dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten atau kota.

Berdasar uraian diatas Dapat disimpulkan bahwa dengan MBS, tanggung jawab sekolah semakin besar. Sekolah akan ditagih hasil kerjanya sehubungan dengan kewenangan (otonomi) yang diberikannya. Meskipun rumusan MBS dalam penjelasan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003tampak sederhana, namun pelaksanaanya terikat dengan ketentuan yang diatur dalam pasal pasal lain dalam undang-undang tersebut karena pelaksanaan Sisdiknas sebagai sitem tidak boleh dilakukan secara sepotong-sepotong.



KESIMPULAN

Tantangan globalisasi yang melanda setiap bangsa memerlukan penyikapan yang bijak. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari bangsa yang akan menerima konsekuensi tantang global tersebut, mengahadapinya dengan mempersiapkan sistem pendidikan yang terintegrasi.

Sistem pendidikan yang mampu menghadapi tantangan globalisasi memerlukan satu pengelolaan yang serius. Manajemen Pendidikan Nasional menjadi salah satu alternatif dalam megatasi persoalan pendidikan nasional yang amat strategis dan komplek.

Manajemen Pendidikan nasional pada hakekatnya merupakan keterpaduan dari proses dan sistem manajemen pendidikan secara menyeluruh dalam mencapai tunjuan pendidikan dan pembangunan nasional. Kebijakan pemerintah dan bergai upaya diusulkan oleh para ahli dalam mengatasi persoalan manajemen pendidikan nasional.

Penyelenggaraan pendidikan dasar dilihat dari berbagai aspek, politik, teknis edukatif, budaya dan profesional, tampak dengan jelas bahwa masalah manajemen pendidikan dasar bukan merupakan masalah kecil dan tidak dapat diletakan dalam dikotomi sederhana: sentralistik vs desentralistik.

Sistem manajemen pendidikan yang sentralistis telah terbukti tidak membawa kemajuan yang berarti bagi peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya. Bahkan dalam kasus-kasus tertehtu, manajemen yang sentralistis telah menyebabkan terjadinya pemandulan kreatifitas pada satuan pendidikan pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Untuk mengatasi terjadinya stagnasi di bidang pendidikan ini diperlukan adanya paradigma baru dibidang pendidikan.

Seiring dengan bergulirnya era otonomi daerah, terbukalah peluang untuk melakukan reorientasi paradigm pendidikan menuju kearah desentralisasi pengelolaan pendidikan. Peluang tersebut semakin tampak nyata setelah dikeluarkannya kebijakan mengenai otonomi pendidikan melalui strategi pemberlakuan manajemen berbasis sekolah (MBS bukan sekedar mengubah pendekatan pengelolaan sekolah dari yang sentralistis ke desentralistis, tetapi lebih dari itu melalui MBS diyakini akan muncul kemandirian sekolah).


DAFTAR PUSTAKA


Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: -.

Mulyasa, E. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi, dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nurkolis. 2006. Manajemen Berbasis Sekolah Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Suryosubroto, B. 2010. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Umaedi, dkk. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Universitas Terbuka.

http//www.pdfsearch.com/MBS
pest resend by jey from freind blog